POLITIKAL.ID - Suasana Kota Samarinda, Jumat (31/10/2025) pagi mendadak tegang. Ratusan Mahasiswa tampak berkumpul di sekitar kawasan pusat kota, membawa spanduk dan berteriak menyuarakan tuntutan. Tak lama, suara sirene mobil patroli dan pengeras suara aparat kepolisian memecah udara.
Dari kejauhan, sejumlah barikade polisi mulai terbentuk. Aparat berseragam lengkap tampak mengamankan jalur utama. Beberapa warga sempat berhenti di pinggir jalan, penasaran dengan keramaian yang terlihat semakin meningkat.
Situasi yang awalnya tampak sebagai aksi unjuk rasa spontan mulai berubah menegangkan. Terlihat beberapa peserta aksi berusaha menerobos barisan aparat. Sementara itu, tim negosiator dari kepolisian berusaha menenangkan massa dengan pengeras suara, meminta mereka menyampaikan aspirasi secara tertib.
Beberapa menit kemudian, situasi semakin panas. Barisan Dalmas (Pengendalian Massa) mulai maju dengan tameng dan formasi berlapis. Teriakan terdengar bersahut-sahutan, asap berwarna putih muncul di udara. Dari kejauhan, tampak pula pasukan bersenjata lengkap bersiaga di belakang barisan utama.
Namun, di balik semua ketegangan itu, ternyata tidak ada kerusuhan nyata yang terjadi di Samarinda hari ini. Seluruh peristiwa tersebut adalah bagian dari simulasi sistem pengamanan kota yang diselenggarakan oleh Polda Kaltim Dan Polresta Samarinda, bersama jajaran TNI, Satpol PP, dan instansi terkait lainnya.
Simulasi Pengamanan Kota oleh Polresta Samarinda
"Mulai dari situasi umum, kemudian beralih ke pelajar yang datang untuk melakukan aksi, lalu patroli skala besar, hingga pelaksanaan di hari aksi. Pertama kita libatkan tim negosiator, kemudian dari negosiator ada Dalmas Awal, dan kalau eskalasi meningkat kita turunkan Dalmas Lanjutan," ujar Hendri kepada awak media di lokasi kegiatan.
Dalam skenario yang disusun, setiap tahap peningkatan situasi digambarkan secara realistis. Setelah Dalmas Lanjutan, polisi mengerahkan pasukan penanggulangan huru-hara dari Satbrimob. Dan ketika situasi mencapai titik paling genting, unit khusus The Testament 45 (D45) dikerahkan.
“Kalau sudah sampai pada eskalasi itu, berarti sudah bukan lagi massa pengunjuk rasa, tapi sudah jadi massa perusuh. Mereka digambarkan menyerang masyarakat, petugas, dan melakukan perusakan fasilitas umum. Maka turunlah D45 yang memiliki tugas khusus anti-anarkis,” jelas Kapolresta.
Dari Negosiasi hingga Rekonsiliasi
Simulasi yang dilakukan ini menggambarkan seluruh tahapan pengamanan, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga pemulihan situasi. Setelah kondisi dianggap terkendali, tim gabungan kemudian melakukan rekonsiliasi dan evaluasi.
“Setelah selesai semua rangkaian, kita lakukan pengecekan ulang, termasuk upaya sambang, bakti sosial, dan kegiatan lain untuk memulihkan kedekatan antara aparat dengan masyarakat,” tutur Hendri Umar.
Menurutnya, kegiatan ini juga menjadi ajang memperkuat sinergi antara TNI, Polri, Satpol PP, Damkar, dan berbagai unsur keamanan daerah lainnya. Dalam simulasi tersebut, turut terlibat pula unsur Dinas Perhubungan, BPBD, dan tim medis untuk memastikan setiap skenario berjalan sesuai prosedur keamanan publik.
Pesan Kesiapsiagaan dan Sinergi
Kapolresta Samarinda menegaskan, simulasi ini bukan sekadar latihan rutin, melainkan bentuk nyata kesiapan aparat keamanan menghadapi kemungkinan meningkatnya eskalasi sosial di wilayah hukum Samarinda.
“Kita tentu berharap Samarinda tetap aman dan tidak sampai terjadi hal seperti dalam simulasi ini. Tapi, kami juga ingin menunjukkan bahwa jajaran Polresta Samarinda selalu siap menjaga keamanan kota dalam kondisi apapun,” tegasnya.
Hendri juga mengingatkan bahwa pada 1 September lalu, sempat terjadi sedikit peningkatan eskalasi aksi di Samarinda. Meski jumlah massa cukup besar, situasi berhasil dikendalikan berkat koordinasi dan sinergi antara aparat serta masyarakat.
“Waktu itu, meskipun sempat ramai, tapi Alhamdulillah aksi tetap berjalan damai. Ada memang beberapa orang yang mencoba memprovokasi, tapi semuanya bisa kita selesaikan secara persuasif. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Samarinda masih menjunjung tinggi ketertiban,” ujarnya.
Harapan untuk Kota Samarinda yang Kondusif
Melalui simulasi ini, Polresta Samarinda ingin memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa penanganan aksi massa membutuhkan koordinasi dan profesionalitas tinggi. Selain itu, latihan juga menjadi sarana evaluasi internal terhadap kesiapan personel dan peralatan.
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa semua tindakan kepolisian dilakukan sesuai tahapan. Ada negosiasi dulu, ada Dalmas awal, baru tindakan lanjutan bila eskalasi meningkat. Tidak ada tindakan yang langsung represif,” tegas Hendri.
Di akhir kegiatan, suasana pun kembali normal. Para peserta simulasi, baik dari unsur Mahasiswa, aparat, maupun masyarakat yang ikut menonton, memberikan tepuk tangan saat komando latihan dinyatakan selesai.
“Kami semua berharap Samarinda tetap aman, damai, dan nyaman. Simulasi ini semata-mata untuk memastikan jika sewaktu-waktu ada situasi serupa, kami sudah siap menanganinya dengan cepat, tepat, dan profesional,” tutup Kapolresta Samarinda.
(Redaksi)