POLITIKAL.ID - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) menyampaikan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.
Dalam penyampaiannya, BPK sebanyak 184 temuan yang menjadi bagian dari proses evaluasi dan perbaikan sistem pengelolaan keuangan daerah.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan adalah terkait penyaluran dana hibah pemerintah daerah kepada organisasi kepemudaan di salah satu kabupaten/kota.
Kepala Perwakilan BPK Kaltim, Mochammad Suharyanto, menyebut bahwa beberapa temuan mencakup aliran dana hibah dari pemerintah daerah kepada kelompok-kelompok pemuda di salah satu kabupaten/kota di Kaltim.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran soal kepatuhan terhadap prosedur pengelolaan keuangan negara.
Ia menegaskan apabila di kemudian hari ditemukan adanya unsur penipuan atau penyimpangan (fraud), hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan penerima hibah, bukan BPK.
"Pada saat nanti di kemudian hari, apabila ditemukan fraud, itu bukan tanggung jawab kita. Tapi tanggung jawab mereka (penerima hibah dan pemerintah daerah)," jelas Suharyanto, Jumat (23/5/2025).
Dari ratusan temuan dan rekomendasi itu, Mochammad Suharyanto merinci kalau di Kota Samarinda terdapat 20 temuan dengan 47 rekomendasi, Balikpapan 16 temuan dengan 34 rekomendasi, Bontang 16 temuan dengan 31 rekomendasi, Kabupaten Kutai Kartanegara 23 temuan dengan 57 rekomendasi, Kabupaten Kutai Timur 33 temuan dengan 105 rekomendasi, Kabupaten Kutai Barat 21 temuan dengan 64 rekomendasi, Kabupaten Berau 15 temuan dengan 39 rekomendasi, Kabupaten Paser 18 temuan dengan 46 rekomendasi, dan Kabupaten Penajam Paser Utara 22 temuan dengan 66 rekomendasi.
Dari ratusan temuan pengelolaan keuangan negara itu, BPKP Kaltim juga mencatat ada lima persoalan yang menjadi kendala utama. 1 perihal Penatausahaan Aset Tetap dan Utang. 2, Pembayaran Ganda atau kelebihan pembayaran atas suatu kontrak. 3, Implementasi Penerapan Perpres Nomor 33 Tahun 2020 terkait Honorarium Pengelola Keuangan dan Pengadaan Barang dan Jasa. 4, Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Daerah. 5, Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Belanja Daerah.
"Terkait belanja barang dan jasa yang di dalamnya ada dana hibah, misal tidak tepat. Atau mungkin adanya hibah yang belum dilaporkan secara lengkap. Misal satu organisasi dikasih dana hibah, dana hibah itu harus dipertanggungjawabkan dengan pembuatan SPJ dan dikembalikan ke pihak pemberi hibah," kata Suharyanto.
"Tapi jika dia (penerima hibah) belum buat, atau dia sudah buat tapi masih sebagai (melaporkan SPJ dana Hibah). Misal dikasih 100, kemudian SPJ yang baru dibuat 20. 80 sisanya belum ada, itu harus dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah," tambahnya.
Kendati masih ada sejumlah permasalahan dengan catatan 184 temuan, namun Suharyanto menyebut kalau dalam perhitungan BPKP Kaltim hal tersebut masih di bawah batas wajar. Kecuali jika terdapat hal yang tidak wajar, maka status opini WTP tidak akan diberikan kepada pemerintah daerah.
"Jadi ini ada Permasalahan, tapi masih di bawah materialitas, jadi masih bersifat wajar, atas dasar laporan keuangan yang mereka buat (pemerintah daerah)," jelasnya.
Kendati masih tergolong wajar, namun Suharyanto menyebut kalau laporan keuangan yang ada saat ini nantinya juga akan dilaporkan ke aparat penegakan hukum. Tujuannya, sebagai bentuk transparansi pengelolaan anggaran.
"Namun apabila nantinya ditemukan permasalahan, dan pihak aparat berwajib ingin meminta kami melakukan investigasi, maka kami siap melakukan itu dan itu dengan status pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT," tandasnya.
(tim redaksi)