IMG-LOGO
Home Daerah Ekonom Kaltim Soal Kemenkeu Tegur Daerah Terkait Dana Mengendap, Jadi Momen Introspeksi
daerah | kaltim

Ekonom Kaltim Soal Kemenkeu Tegur Daerah Terkait Dana Mengendap, Jadi Momen Introspeksi

oleh Hasa - 03 November 2025 09:18 WITA
IMG
Pengamat Ekonom asal Universitas Mulawarman, Purwadi yang mengkritik kebijakan pemerintah masih lemah hingga mendapat teguran Kemenkeu. (IST)

POLITIKAL.ID  - Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan surat teguran kepada seluruh pemerintah daerah, termasuk Kalimantan Timur.

Teguran ini berkiatn dengan rendahnya penyerapan anggaran dan tingginya dana publik yang mengendap di perbankan. 

Teguran resmi itu tertuang dalam surat bernomor S-662/MK.08/2025, yang ditujukan langsung kepada seluruh pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota.

Surat tersebut menjadi peringatan keras bagi daerah agar tidak sekadar menyimpan dana publik di rekening kas daerah, tetapi segera mengoptimalkannya melalui kegiatan produktif yang berdampak langsung pada masyarakat. Sebab Kemenkeu menilai, dana yang tidak segera terserap berpotensi menahan perputaran ekonomi dan menghambat pertumbuhan di tingkat lokal.

“Pemerintah daerah harus memastikan bahwa uang rakyat bekerja untuk rakyat — bukan sekadar diam di rekening,” demikian salah satu kutipan dari penegasan Kemenkeu dalam surat tersebut.

Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonom asal Universitas Mulawarman, Purwadi menilai kalau teguran Kemenkeu kepada daerah merupakan langkah yang tepat. Ia menyoroti lemahnya komitmen sebagian kepala daerah dalam memastikan dana publik berputar secara produktif.

“Ini masalah klasik, uang rakyat justru tidur di bank. Sementara masyarakat di bawah menunggu program jalan, UMKM menunggu modal, dan infrastruktur tertunda,” tegasnya, Senin (3/11/2025).

Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya tidak hanya fokus menyimpan dana di bank-bank besar di Jakarta, tetapi mulai mengoptimalkan bank pembangunan daerah (BPD) sebagai instrumen perputaran ekonomi lokal.

“Kalau dana itu diputar melalui Bankaltimtara, dampaknya bisa langsung terasa. Dana publik bisa masuk ke sektor produktif seperti pertanian, perdagangan lokal, dan pembiayaan UMKM,” jelasnya.

Purwadi menambahkan, fenomena dana mengendap di bank nasional justru memperkuat likuiditas di pusat dan memperlemah daya dorong ekonomi di daerah.

“Uang rakyat di daerah malah ikut membiayai kegiatan ekonomi di Jakarta. Ini ironis,” ujarnya.

Ia mencontohkan, jika dana miliaran rupiah itu disalurkan melalui kredit mikro kepada pelaku usaha kecil, efek bergandanya bisa luar biasa.

“UMKM bisa berkembang, daya beli masyarakat naik, dan serapan tenaga kerja meningkat. Itu baru namanya ekonomi berputar,” katanya.

Meski begitu, Purwadi mengingatkan bahwa pengelolaan dana publik melalui bank daerah tetap harus disertai pengawasan ketat.

“Transparansi dan tata kelola profesional adalah kuncinya. Jangan sampai niat baik justru disalahgunakan,” ujarnya menegaskan.

Menurut Purwadi, surat teguran Kemenkeu seharusnya menjadi momentum introspeksi bagi kepala daerah untuk memperbaiki manajemen keuangan publik. Ia menyebut, rendahnya penyerapan anggaran bukan hanya soal administrasi, tetapi mencerminkan lemahnya komitmen terhadap pelayanan publik.

“Kalau uang rakyat hanya diam di bank, lalu siapa yang menikmati manfaatnya? Kepala daerah harus sadar bahwa setiap rupiah yang tidak terserap berarti pelayanan publik yang tertunda,” tandasnya.

Purwadi juga mengingatkan bahwa optimalisasi dana publik merupakan bentuk tanggung jawab moral dan politik pemerintah daerah terhadap kesejahteraan masyarakat.

“Reformasi fiskal di daerah tidak hanya tentang efisiensi keuangan, tapi juga keadilan sosial. Kepala daerah harus memastikan uang rakyat kembali dalam bentuk manfaat, bukan sekadar saldo di laporan kas,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Sekprov Sri Wahyuni memberi respons teguran Kemenkeu. Dalam pernyataannya, bahwa Pemprov Kaltim tidak pernah secara sengaja membiarkan dana daerah mengendap. Ia mengakui, perencanaan kegiatan sudah dilakukan sejak awal tahun, namun realisasi di lapangan belum mencapai target yang diharapkan.

“Penyerapan anggaran kita saat ini masih di bawah 70 persen. Tapi kami optimistis bisa mencapai 94 persen pada akhir tahun,” ungkap Sri Wahyuni.

Ia menjelaskan, beberapa faktor teknis turut mempengaruhi lambannya penyerapan, mulai dari keterlambatan tender hingga proses administrasi proyek fisik yang masih berjalan.

“Kami terus memantau OPD untuk mempercepat realisasi, terutama pada program prioritas yang langsung berdampak pada masyarakat,” tambahnya.

Selain Sekprov Kaltim, tanggapan juga pernah dilakukan Bupati Kutai Barat Frederick Edwin yang membantah tudingan bahwa dana daerah mereka sengaja disimpan tanpa aktivitas. Ia menegaskan, dana sebesar Rp3,2 triliun yang disebut mengendap, sejatinya masih dalam proses penyerapan sesuai jadwal program pembangunan.

“Dari jumlah itu, sekitar Rp2,2 triliun berada di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Bankaltimtara, dan akan segera digunakan sesuai rencana kerja pemerintah daerah,” terang Frederick.

Sedangkan sisanya, sekitar Rp1 triliun, tersimpan dalam skema Treasury Deposit Facility (TDF) di Bank Indonesia — mekanisme yang diatur Kemenkeu untuk menampung sementara dana pemerintah sebelum digunakan.

“Itu bukan deposito. Dana TDF hanya bisa ditarik berdasarkan aturan BI dan Kemenkeu. Jadi tidak benar kalau disebut menganggur,” tegasnya.

Frederick memastikan, dana tersebut akan diarahkan untuk pembiayaan proyek strategis di Kutai Barat, seperti pembangunan Jembatan Aji Tulur Jejangkat (ATJ), peningkatan jalan penghubung Kampung Ombau Asa–Mecelew, serta Pelabuhan Royoq dan Kristen Center.

“Kami pastikan seluruh dana itu kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan pelayanan publik,” ujarnya.

(tim redaksi)



Berita terkait