POLITIKAL.ID - Persoalan banjir yang kerap melanda Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan.
Pakar tata kota Dr Warsilan mengungkapkan bahwa penyebab utama banjir bukan semata karena kelalaian pemerintah, melainkan dipengaruhi oleh faktor geografis yang sudah ada sejak lama.
Dosen S2 Ilmu Lingkungan di Universitas Mulawarman ini menilai posisi daratan di Kota Samarinda hampir sejajar dengan permukaan Sungai Mahakam.
Kondisi ini membuat aliran air dari darat ke sungai tidak optimal, terutama saat terjadi pasang air laut. Itu bahkan sudah terjadi sejak dahulu kala, bahkan banyak pakar sejarah yang telah memvalidasi hal tersebut.
"Sehingga pasang surut air laut itu menjadi faktor utama lainnya. Air tidak akan menggenang (di Samarinda) kalau air laut sedang surut. Tapi kalau sedang pasang, maka beresiko terjadinya genangan air (banjir di Kota Samarinda), ditambah dengan curah hujan tinggi," jelas Dr Warsilan, Sabtu (31/5/2025).
Berbeda hal jika membandingkan Samarinda dengan Balikpapan.
"Kalau Balikpapan itu daratannya di atas (permukaan laut), jadi kalau hujan (deras) air itu lebih cepat mengalirnya," tambahnya.
Kendati geografis menjadi hal penting, namun Dr Warsilan juga tak mengabaikan faktor lainnya. Seperti kerusakan lingkungan, tata kelola ruang perkotaan, infrastruktur drainase yang terintegrasi dan kesadaran masyarakat akan lingkungan.
Kesemua faktor itu dinilai Dr Warsilan menjadi kombinasi maut yang membuat Samarinda sulit terlepas dari persoalan klasik. Banjir yang selalu terjadi saat hujan dan pasangan air Sungai Mahakam.
"Banjir diakibatkan pemanfaatan karena pertambahan jumlah penduduk. Ditambah dengan maraknya industri pertambangan, pembangunan perumahan, pelemahan fungsi hutan, dan kesadaran masyarakat tentang lingkungan. Seperti tidak membuang sampah sembarang," paparnya.
Untuk mengatasi kombinasi kekacauan yang ada, peran pemerintah tentu menjadi kunci utama. Semisal mengatur tata kelola pembangunan, pengembalian fungsi hutan, memberantas aktivitas tambang ilegal, pembangunan infrastruktur yang terintegrasi hingga mendisiplinkan kebiasaan buruk masyarakat tentang buang sampah dan menjaga lingkungan sekitar.
"Tinggal di komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat. Kalau khusus infrastruktur peningkatan drainase sudah mulai dan sejauh ini baik dan ada hasil, meski belum tuntas. Tata ruang itu harus terkendali. Harus sesuai. Jangan diganggu. Itu utama kalau konsisten bisa terkendali," tekan Dr Warsilan menjawab penyelesaian bencana banjir di Samarinda.
Penyelesaian banjir bukan serta-merta menghilangkan fenomena alam tersebut. Sebab sejatinya, sejak dahulu peristiwa banjir selalu menjadi fenomena tahunan bagi permukiman masyarakat di sepanjang bentang Sungai Mahakam. Dalam pengertiannya, Dr Warsilan menyebut kalau pengentasan banjir ialah memanajemen genangan air. Sehingga saat terjadi hujan deras, dan air pasangan, banjir tidak menggenang lama yang berdampak buruk pada kehidupan masyarakat maupun terganggunya perputaran ekonomi masyarakat.
"Penanganan ini harus dilakukan multisektor, mulai dari pemerintah kota, provinsi hingga ke kementerian. Bahkan partisipasi masyarakat juga memiliki peran penting," pungkasnya.
(tim redaksi)