POLITIKAL.ID - Perusahaan Daerah (Perusda) Bara Kaltim Sejahtera (BKS), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, tengah melakukan reposisi strategis dalam menghadapi tekanan global terhadap pasar batubara.
Langkah ini diambil sebagai respons atas fluktuasi harga batubara yang kian tidak menentu dan berdampak langsung terhadap stabilitas pendapatan perusahaan.
Direktur Utama BKS, Nidya Listiyono, menyampaikan bahwa gejolak harga batubara global telah memberikan tekanan signifikan terhadap pelaku industri pertambangan, termasuk BKS yang selama ini menjadi bagian dari ekosistem tersebut.
“Kalau bicara dampak, tentu sangat terasa. Harga acuan batubara hari ini sangat fluktuatif. Pengusaha tambang yang belum memiliki kontrak penjualan jangka panjang harus melakukan penyesuaian strategi agar tetap bisa bertahan,” ujarnya saat ditemui belum lama ini.
Harga Mengalami Naik Turun
Dalam beberapa tahun terakhir, harga batubara mengalami naik-turun yang tajam akibat berbagai faktor, mulai dari kebijakan energi bersih global, ketegangan geopolitik, hingga perubahan permintaan dari negara-negara pengimpor utama seperti Tiongkok dan India.
Ketidakpastian ini membuat perusahaan-perusahaan tambang, termasuk BKS, harus lebih adaptif dan tidak lagi mengandalkan satu sumber pendapatan.
Menurut Tio sapaan akrabnya, perusahaan yang telah memiliki kontrak jangka panjang dengan pembeli luar negeri atau domestik masih relatif aman karena harga sudah ditetapkan dalam perjanjian.
Namun bagi perusahaan yang belum memiliki kontrak, fluktuasi harga acuan batubara bisa mengganggu arus kas dan biaya operasional, apalagi di tengah naiknya ongkos logistik dan produksi.
Lebih lanjut, Tio menjelaskan bahwa perubahan kebijakan ekspor batubara yang terjadi di beberapa negara besar termasuk Amerika Serikat turut memengaruhi rantai pasok dan mekanisme harga di pasar internasional.
Kondisi ini membuat perusahaan-perusahaan tambang di Kalimantan harus lebih berhati-hati dalam merencanakan volume produksi dan strategi penjualan.
"Kita lihat sendiri, harga batubara sangat bergantung pada situasi global. Ketika negara-negara besar mengetatkan kebijakan ekspor, otomatis terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan di pasar dunia. Dampaknya langsung terasa hingga ke daerah," jelasnya.
Selain faktor kebijakan global, kondisi cuaca dan infrastruktur juga menjadi faktor penghambat yang tidak kalah penting. Cuaca ekstrem dan curah hujan tinggi di kawasan tambang menyebabkan gangguan produksi dan keterlambatan pengiriman.
"Produksi batubara bisa tertunda karena akses jalan dan logistik terhambat. Itu berpengaruh pada pendapatan perusahaan," tambahnya.
Kurangi Ketergantungan pada Batubara
Menghadapi kondisi tersebut, Pemprov Kaltim mendorong seluruh BUMD untuk mulai mengurangi ketergantungan pada pendapatan sektor sumber daya alam, khususnya batubara.
Pemerintah daerah berharap perusahaan-perusahaan daerah dapat memperluas bidang usaha agar lebih tahan terhadap gejolak ekonomi global.
"Pemerintah daerah meminta agar kita jangan hanya mengandalkan tambang. Karena itu, ke depan BKS akan mengembangkan unit-unit bisnis baru di luar sektor batubara, seperti mineral non-logam, perdagangan, dan jasa energi," ungkap Tio.
Langkah diversifikasi ini dinilai strategis karena mampu menjaga stabilitas pendapatan daerah sekaligus membuka lapangan kerja baru.
Saat ini, BKS sedang menyusun kajian bisnis untuk menentukan sektor-sektor potensial yang bisa menjadi sumber pertumbuhan baru perusahaan.
"Kami ingin membangun bisnis yang bisa menopang keuangan daerah secara berkelanjutan. Jadi bukan hanya dividen tambang, tapi juga sektor-sektor yang punya nilai tambah jangka panjang," katanya.
Sebagai salah satu BUMD andalan, BKS selama ini menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi Pemprov Kaltim.
Melalui kepemilikan saham 20 persen di PT Mahakam Sumberjaya, BKS memperoleh pendapatan dividen rutin dari hasil produksi tambang yang mencapai sekitar 5 juta ton per tahun.
"Kalau bicara pendapatan, rata-rata setiap tahun kami menerima dividen sebesar Rp70 - 80 miliar. Dari jumlah itu, kami diwajibkan menyetor sekitar 70 persen ke kas daerah sebagai PAD," ujar Tio.
Resmi Jadi Perseroan Terbatas Daerah
Diberitakan sebelumnya, PT Bara Kaltim Sejahtera (BKS) resmi bertransformasi menjadi Perseroan Terbatas Daerah (PTD), menandai babak baru dalam perjalanan perusahaan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Perubahan status hukum ini tidak hanya disertai dengan peluncuran logo baru, tetapi juga membuka jalan bagi langkah-langkah strategis yang lebih mandiri dan progresif di sektor pertambangan.
Direktur Utama PT BKS, Nidya Listiyono, mengungkapkan bahwa perusahaan kini tengah mematangkan berbagai rencana bisnis jangka menengah.
Salah satu fokus utama adalah memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) sendiri, agar tidak lagi bergantung pada kepemilikan saham di Mahakam Sumber Jaya.
“Sekarang kami sedang memproses berbagai rencana bisnis agar ke depan bisa digarap dengan tepat. Dalam satu tahun ke depan masih banyak hal yang harus diselesaikan, terutama terkait administrasi dan temuan audit dari Inspektorat,” kata Nidya di Kantor Gubernur Kaltim, Sabtu (1/11/2025).
Langkah Mandiri untuk Kemandirian Bisnis
Selama ini, BKS memperoleh pendapatan signifikan dari kepemilikan saham di Mahakam Sumber Jaya. Namun, dengan dinamika fiskal yang terjadi, termasuk pemotongan transfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat, Pemprov Kaltim menuntut peningkatan kinerja dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini mendorong BKS untuk memperluas cakupan bisnisnya.
Mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), perusahaan tambang memiliki kegiatan usaha spesifik seperti penerimaan dividen dan kepemilikan saham. Namun, dengan memiliki lahan dan IUP sendiri, BKS dapat memperluas kegiatan usaha hingga ke perdagangan batubara.
“Kalau sudah punya IUP sendiri, kami juga akan urus IPP (Izin Pengangkutan dan Penjualan), jadi bisa melakukan kegiatan trading langsung,” jelas Nidya.
Pembentukan Anak Perusahaan dan Evaluasi Internal
Sebagai bagian dari strategi ekspansi, BKS berencana membentuk anak perusahaan baru yang akan bermitra dengan sejumlah perusahaan daerah (perusda) lain. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antar entitas bisnis milik daerah dan membuka peluang baru di sektor energi dan sumber daya alam.
Sementara itu, anak perusahaan lama tengah dievaluasi untuk direkonsiliasi lebih lanjut. Langkah ini dilakukan guna memastikan efisiensi dan efektivitas operasional serta kesesuaian dengan arah strategis perusahaan induk.
Nidya menegaskan bahwa transformasi menjadi PT tidak akan membebani keuangan daerah. Status badan hukum PT memberikan kerangka hukum yang jelas dan akuntabel dalam menjalankan bisnis, sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
“Enggak perlu khawatir, karena perubahan menjadi PT ini berbentuk badan hukum. Jadi dalam berbisnis kita sudah diatur oleh Undang-Undang PT,” tegasnya.
(*)