IMG-LOGO
Home Analisa Kerusakan Lingkungan Kian Parah, Negara Justru Sibuk Merespon Fenomena Viral
analisa | umum

Kerusakan Lingkungan Kian Parah, Negara Justru Sibuk Merespon Fenomena Viral

oleh Hasa - 06 Agustus 2025 04:24 WITA
IMG
Aktivis Mahrus Ali

POLITIKAL.ID - Aktivis Mahrus Ali, menyoroti respons negara terhadap simbol "One Piece"—ikon populer dari budaya pop Jepang—yang dinilai telah dibesar-besarkan seolah membahayakan ideologi bangsa.

Padahal saat ini isu kerusakan lingkungan semakin nyata dan mengancam masa depan justru jauh lebih mendesak nyata.

Mahrus menilai kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali.

Dalam tulisannya yang berjudul "Saat Negara Takut Pada Simbol One Piece, Sementara Bumi Menjerit", ia mengingatkan kembali pada amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Pasal 33 bukan sekadar barisan kata, tapi jantung dari cita-cita kebangsaan kita. Sayangnya, hari ini ia lebih sering terdengar sebagai puisi yang indah namun hampa makna,” tulisnya.

Ia menggambarkan kondisi lingkungan yang kian memburuk, tambang yang merusak lanskap dan mengancam kehidupan warga sekitar, hutan yang ditebang demi kepentingan ekonomi jangka pendek, hingga sungai-sungai yang tercemar dan tak lagi layak dikonsumsi. Di sisi lain, negara justru lebih sigap merespons fenomena viral di internet daripada persoalan krusial seperti pengelolaan lingkungan dan keberlanjutan hidup.

“Negara sering tampak gagah saat bicara pembangunan, tetapi seperti kehilangan kata-kata ketika rakyat bertanya, kemakmuran siapa yang sedang dibangun?” ujarnya.

Penulis juga mengingatkan bahwa lingkungan bukan hanya sekadar elemen estetika, melainkan syarat utama keberlangsungan hidup suatu bangsa. Ia menyerukan agar negara memperketat regulasi pertambangan, memperkuat fungsi pengawasan, dan memastikan bahwa hasil kekayaan alam membawa keadilan bagi masyarakat, bukan hanya memperkaya korporasi.

“Melestarikan lingkungan adalah bentuk cinta paling strategis untuk masa depan bangsa. Negara harus hadir bukan sebagai penonton, tetapi sebagai penjaga yang tegas dan berwelas asih,” tulis Mahrus.

Di tengah maraknya pembangunan infrastruktur dan ambisi menjadi negara maju, ia menegaskan bahwa tolok ukur kemajuan seharusnya juga mencakup keberhasilan dalam menjaga warisan alam bagi generasi mendatang.

Menutup tulisannya, Mahrus mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali ke semangat awal para pendiri negara: menempatkan alam sebagai rahim kehidupan bersama, dan menjauhkan diri dari kegaduhan yang tidak substansial.

“Sudahi polemik soal simbol remeh seperti One Piece. Yang seharusnya kita soroti adalah ketidakhadiran negara dalam menjawab persoalan rakyat yang paling mendasar: keberlanjutan hidup di tanah mereka sendiri,” pungkasnya.

(tim redaksi)

Berita terkait