IMG-LOGO
Home Daerah Ketua Komisi II DPRD Kaltim Soroti Minimnya Transparansi Penyertaan Modal BUMD
daerah | kaltim

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Soroti Minimnya Transparansi Penyertaan Modal BUMD

oleh Hasa - 13 September 2025 11:34 WITA
IMG
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle

POLITIKAL.ID - Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle mempertanyakan kejelasan rencana penyertaan modal sebesar Rp50 miliar kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Migas Mandiri Pratama (MMP), yang dinilai tidak melalui proses akuntabel.

Hal ini disuarakan Sabaruddin dalam interupsi di Rapat Paripurna ke-35 DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Jumat malam (12/09/2025)

Sabaruddin menegaskan bahwa hingga saat ini, Komisi II sebagai mitra kerja yang membidangi sektor ekonomi, belum pernah menerima penjelasan resmi dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Biro Ekonomi Setda Kaltim, maupun pihak BUMD terkait peruntukan dana sebesar itu.

“Komisi II tidak pernah dilibatkan secara formal dalam pembahasan rencana bisnis maupun proyeksi penggunaan dana penyertaan modal ini. Tidak ada kajian keekonomian, tidak ada analisis kelayakan, dan tidak ada presentasi dari manajemen MMP. Ini sangat rawan dan berpotensi menjadi celah penyimpangan,” tegasnya.

Dalam forum tersebut, Sabaruddin secara terbuka memperingatkan bahwa ketidakjelasan dalam proses ini dapat menimbulkan indikasi pelanggaran hukum, terlebih mengingat pengalaman sebelumnya dalam kasus dugaan korupsi program Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang menyeret sejumlah pihak, termasuk anggota DPRD.

“Kami tidak ingin kejadian seperti DBON kembali terulang. Waktu itu, karena kelalaian dalam mekanisme, ada rekan-rekan kita yang ikut diperiksa. Ini harus menjadi pelajaran. Jangan sampai pengabaian prosedur kembali membuka ruang untuk potensi penyalahgunaan anggaran,” ujarnya.

Ia menambahkan, dukungan terhadap pembangunan daerah tetap diberikan, namun prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran harus dijaga. Sabaruddin menekankan bahwa penyertaan modal bukanlah tindakan ilegal, namun harus sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah terkait pengelolaan keuangan daerah.

“Kami tidak dalam posisi menggugurkan keputusan, tapi memberi catatan serius. Kami minta penyertaan modal Rp50 miliar ini ditunda pelaksanaannya sampai ada pemaparan menyeluruh kepada Komisi II. Kalau tidak, ini bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari,” ungkapnya.

Interupsi tersebut muncul menyusul persetujuan bersama atas Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2025, yang menetapkan total belanja daerah sebesar Rp21,69 triliun.

Dalam struktur APBD tersebut, pengeluaran pembiayaan tetap di angka Rp50 miliar, yang menjadi titik kritik utama Sabaruddin. Ia juga menyayangkan bahwa poin strategis tersebut baru diketahui Komisi II setelah kesepakatan anggaran diumumkan dalam forum paripurna.

“Kalau sejak awal dibuka ruang diskusi, kami tentu bisa memberikan masukan yang konstruktif. Tapi ini terkesan dilakukan sepihak. Keputusan sudah diketok, lalu kami baru diberi tahu. Ini menyalahi prinsip kemitraan,” tuturnya.

Menutup pernyataannya, Sabaruddin meminta agar Biro Ekonomi dan TAPD segera memberikan klarifikasi terbuka terkait rencana investasi ini, lengkap dengan data bisnis, estimasi keuntungan, serta mekanisme pertanggungjawaban keuangan.

“Kalau penyertaan modal ini benar-benar bermanfaat dan berdampak positif, kami pasti mendukung. Tapi kalau sejak awal sudah tidak transparan, bagaimana publik bisa percaya? Ini uang rakyat, bukan uang pejabat,” pungkasnya.

(tim redaksi)



Berita terkait