POLITIKAL.ID – Pemerintah Kota Samarinda terus mendorong terwujudnya sistem transportasi massal modern sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi kemacetan .
Melalui Dinas Perhubungan (Dishub), rencana besar ini telah masuk tahap pematangan sejak beberapa tahun terakhir.
Kepala Dishub Samarinda, Hotmarulitua Manalu, mengungkapkan bahwa pengembangan angkutan umum massal ini bukan sekadar proyek sesaat, melainkan bagian dari strategi berkelanjutan untuk merevolusi sistem transportasi di Kota Tepian.
“Visi kami jelas, menciptakan transportasi yang aman, nyaman, ramah, dan selamat. Studi kelayakan sudah dilakukan sejak 2022, dilanjutkan dengan penyusunan EPS pada 2023. Target kinerja utama kita antara 2026 hingga 2030,” ujarnya.
Dalam kajian Dishub, dirancang tujuh trayek utama dan enam trayek feeder. Trayek utama nantinya menghubungkan pusat kota hingga kawasan Lempake, Palaran, hingga bandara. Sedangkan trayek feeder melayani kawasan perumahan dan kampus.
Prototipe bus sudah diperlihatkan kepada masyarakat saat perayaan karnaval beberapa waktu lalu. Tiga jenis bus ditampilkan: bus konvensional, bus dengan desain baru yang dipilih langsung oleh Wali Kota, serta bus kecil untuk trayek feeder.
“Kami mengecek langsung respons masyarakat ternyata antusiasme sudah sangat tinggi. Itu artinya publik menunggu hadirnya transportasi massal,” ucapnya.
Sistem pembayaran dirancang serba elektronik melalui tap on bus, dengan pintu masuk di bagian depan dan keluar di tengah. Skema yang dipilih adalah membeli layanan, sehingga bus yang beroperasi menggunakan pelat kuning, bukan pelat merah milik pemerintah.
Selain menghadirkan bus, Dishub juga menyiapkan Intelligent Transport System (ITS) lengkap dengan Command Center, CCTV, GPS, dan sistem pengawasan lalu lintas. Namun, biaya yang dibutuhkan tidak kecil.
“Kalau bus listrik, anggarannya sekitar Rp60 miliar. Untuk bus konvensional lebih ringan, sekitar Rp35 miliar,” jelasnya.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada kebiasaan baru masyarakat. Trotoar yang sudah dibangun akan dimanfaatkan agar warga bisa berjalan kaki menuju halte dan titik pemberhentian bus.
“Kita ingin mengubah mindset jangan pesimis dulu. Kota lain dengan jalan sempit tetap bisa menjalankan angkutan umum. Kalau 40 orang naik satu bus, itu artinya puluhan kendaraan pribadi bisa berkurang di jalan,” pungkasnya.
(*)