POLITIKAL.ID – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Asli Nuryadin menegaskan bahwa sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 difokuskan pada zonasi, afirmasi, dan prestasi.
Dengan demikian penggunaan nilai rapor sebagai syarat utama dalam Seleksi SPMB kini telah dihapus.
“Di SPMB tidak ada syarat nilai rapor. Kita ingin pendidikan itu tidak eksklusif, tapi inklusif,” tegas Asli, Selasa (20/5/2025).
Namun, kebijakan berbeda diterapkan di sekolah-sekolah terpadu seperti di kawasan Loa Bakung sekolah-sekolah tersebut mengadopsi pendekatan bilingual dan melakukan seleksi lewat tes akademik.
Menurut Asli, model ini tetap sejalan dengan regulasi pusat karena tidak murni mengikuti format Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK).
“Yang kita lakukan itu hybrid kita tetap pakai kurikulum nasional, tapi ada penguatan di Bahasa Inggris, Sains, dan Matematika,” jelasnya.
Ia menjelaskan anggapan bahwa pendekatan ini menciptakan kesenjangan bahwa sistem ini membuka ruang lebih luas bagi siswa dengan berbagai latar belakang Pemkot Samarinda bahkan membiayai penuh tambahan kurikulum di sekolah bilingual agar tidak membebani orang tua.
Langkah konkret lain adalah pembangunan SMP 50 sebagai solusi atas keterbatasan daya tampung di SMP 16 sekolah baru ini disiapkan untuk menampung lonjakan pendaftar yang tidak tertampung di sekolah favorit.
“SMP 50 bisa menerima lebih dari sembilan lokal jadi tidak ada anak yang tertinggal,” ujar Asli.
Ia juga mengungkapkan polemik soal keberadaan sekolah unggulan. Menurutnya, klasifikasi seperti Sekolah Rakyat (SR) maupun sekolah favorit tidak bersifat diskriminatif melainkan justru responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
“SR untuk warga tidak mampu, sekolah favorit seperti SMP 10 untuk anak berprestasi jadi ini tentang segmen, bukan diskriminasi,” katanya.
Pendidikan terpadu di Loa Bakung kini menjadi pusat perhatian dengan keberadaan SD 028, SMP 16, dan rencana SMA Prestasi, kawasan ini ditetapkan menjadi poros sekolah unggulan berstandar Asia.
“Label internasional bukan berarti meninggalkan kurikulum nasional. Kita hanya menambahkan inovasi agar anak-anak kita punya daya saing global,” pungkasnya.
(*)