POLITIKAL.ID - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Murni tahun 2026 telah dikunci pada angka Rp21,3 triliun.
Demikian ditegaskan Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas’ud.
Namun demikian, ia menyatakan adanya potensi perubahan anggaran yang sangat bergantung pada kebijakan pemerintah pusat, terutama terkait dengan Dana Bagi Hasil (DBH).
Hasanuddin menjelaskan, Kementerian Keuangan telah mengatur kemungkinan penurunan DBH hingga 75 persen, yang berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap kondisi fiskal daerah.
Ia menegaskan bahwa aturan pemangkasan DBH tersebut berlaku secara nasional dan tidak hanya berdampak pada Kaltim.
“Pemotongan DBH biasanya dilakukan karena keterbatasan kas negara,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hasanuddin menyampaikan dorongan agar pemotongan DBH dilakukan langsung di daerah penghasil, bukan seluruhnya dibawa ke pusat terlebih dahulu baru kemudian diturunkan kembali ke daerah.
Menurutnya, mekanisme saat ini kerap merugikan daerah karena potongan dilakukan sepihak oleh pusat saat kas negara mengalami defisit.
“Kalau sekarang kan semua dibawa dulu ke pusat, baru diturunkan ke daerah. Persoalannya, saat pusat kekurangan kas, tiba-tiba dipotong sepihak, padahal itu hak kita,” tegas Hasanuddin.
Sebagai solusi, Hasanuddin mengusulkan agar ke depannya pemotongan DBH dilakukan secara langsung di tingkat daerah penghasil sehingga daerah tidak dirugikan akibat kebijakan fiskal pusat yang bersifat mendadak.
“Dengan begitu, kita tidak lagi dirugikan,” pungkasnya.
Pernyataan Ketua DPRD Kaltim ini menjadi perhatian penting mengingat peran DBH yang krusial dalam menjaga stabilitas keuangan daerah dan kelangsungan pembangunan di wilayah Kaltim.
“Siapa tahu bisa diperjuangkan. Jadi DBH itu ya dipotong di daerah. Jangan lagi dibawa ke pusat semua dulu baru dipotong,” tandasnya.
Untuk diketahui, dalam rancangan KUA-PPAS 2026 yang dibahas Pemerintah Provinsi Kaltim dengan DPRD Kaltim, sore tadi menetapkan anggaran daerah sebesar Rp21,35 triliun. Pendapatan daerah direncanakan mencapai Rp20,40 triliun yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp10,75 triliun, dana transfer Rp9,33 triliun, serta pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp362 miliar.
Sementara belanja daerah diproyeksikan Rp21,3 triliun, terdiri atas belanja operasional Rp10,9 triliun yang mencakup belanja pegawai ASN, belanja barang dan jasa, subsidi, hibah, serta bantuan sosial.
Diketahui juga, akan adanya belanja modal Rp3,11 triliun, belanja tak terduga Rp70,21 miliar, serta belanja transfer Rp7,07 triliun. Belanja transfer ini meliputi bagi hasil pajak ke kabupaten/kota dan bantuan keuangan. Adapun pembiayaan daerah ditetapkan Rp900 miliar. Kendati demikian, eksekutif dan legislatif telah menentukan bahwa APBD murni 2026 sudah dikunci pada angka Rp21,3 triliun.
(tim redaksi)