POLITIKAL.ID — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) masih terus menangani kasus dugaan korupsi dana hibah Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kalimantan Timur.
Setelah melalui serangkaian proses penyidikan panjang, perkara ini kini resmi memasuki tahap penelitian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, mengonfirmasi bahwa saat ini berkas perkara tengah diteliti secara menyeluruh oleh tim JPU untuk memastikan kelengkapan formil dan materiil sebelum naik ke tahap selanjutnya.
“Saat ini kasus dugaan korupsi DBON sudah masuk dalam tahap pemeriksaan berkas perkara dari JPU. Jadi, kita masih menunggu hasil penelitian itu untuk menentukan langkah berikutnya,” ujar Toni saat dikonfirmasi, Jumat (24/10/2025).
Menurut Toni, tahap penelitian berkas merupakan fase krusial dalam proses hukum, karena di sinilah penuntut umum akan menilai apakah hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik sudah memenuhi unsur-unsur hukum yang diperlukan untuk dibawa ke pengadilan.
Dalam perkembangan terakhir, Toni mengungkapkan bahwa penyidik telah memeriksa lebih dari 40 orang saksi yang terdiri dari berbagai unsur, mulai dari pejabat pemerintah, pengurus cabang olahraga, hingga pihak terkait lainnya.
Meski begitu, hingga saat ini belum ada penambahan saksi baru, karena tim penyidik masih fokus menunggu hasil telaah dari JPU terhadap berkas perkara yang telah diserahkan.
“Untuk sementara, saksi yang sudah diperiksa ada sekitar 40 orang. Kalau untuk penambahan saksi, nanti kita lihat dari hasil pemeriksaan berkas oleh JPU. Sekarang belum ada tambahan,” jelas Toni.
Ia menegaskan, proses hukum yang sedang berjalan tetap mengikuti mekanisme dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setiap tahapan harus dilalui dengan hati-hati agar tidak menimbulkan celah hukum di kemudian hari.
Lebih lanjut, Toni menjelaskan alur penanganan perkara tindak pidana korupsi secara umum. Setelah penyidik menyelesaikan proses penyidikan, berkas perkara akan diserahkan ke JPU untuk dilakukan penelitian kelengkapan berkas.
“Kalau secara aturan itu urutannya kan, mulai dari penyelidikan, penyidikan, lalu pemberkasan. Setelah itu, pemberkasan diserahkan ke JPU untuk dilakukan penelitian berkas perkara. Dari penelitian itu nanti akan terlihat apakah ada kekurangan atau tidak,” papar Toni.
Apabila JPU menilai berkas perkara sudah lengkap, maka statusnya akan dinaikkan ke tahap II, yakni serah terima tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum. Selanjutnya, JPU akan menyusun surat dakwaan dan melimpahkan perkara ke pengadilan untuk proses persidangan.
“Setelah berkas dinyatakan lengkap oleh JPU, maka dilanjutkan tahap dua ke JPU. Setelah itu dibuatkan dakwaan dan dilimpahkan ke pengadilan,” tambahnya.
Toni menegaskan bahwa Kejati Kaltim berkomitmen untuk menuntaskan perkara ini secara transparan dan profesional. Ia juga menolak berkomentar lebih jauh soal siapa saja pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka, mengingat proses masih berjalan di tahap pemberkasan dan belum dinyatakan lengkap oleh JPU.
Kasus dugaan korupsi dana hibah DBON Kaltim menjadi perhatian publik sejak awal tahun ini. Program DBON sejatinya dirancang untuk memperkuat pembinaan olahraga nasional, termasuk di tingkat daerah, dengan fokus pada peningkatan sarana, pelatihan, dan prestasi atlet.
Namun, dalam pelaksanaannya, muncul dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah yang seharusnya diperuntukkan bagi pengembangan cabang olahraga di bawah naungan KONI Kaltim. Sejumlah laporan masyarakat dan temuan awal penyidik menyebut adanya ketidaksesuaian antara realisasi kegiatan dengan penggunaan anggaran yang telah digelontorkan.
Meski belum diungkapkan secara rinci oleh Kejati Kaltim, nilai dana hibah yang diselidiki disebut mencapai puluhan miliar rupiah, dengan dugaan aliran dana ke sejumlah pihak yang tidak sesuai prosedur.
“Proses hukum tidak bisa tergesa-gesa. Kami ingin memastikan semuanya lengkap, baik dari sisi administrasi maupun materi perkara, sebelum melangkah ke tahap berikutnya,” tegasnya.
Toni menutup keterangannya dengan mengajak masyarakat untuk terus mempercayakan proses hukum kepada lembaga yang berwenang. Ia menekankan bahwa Kejati Kaltim akan terus menginformasikan perkembangan kasus secara terbuka setiap kali ada kemajuan signifikan dalam penanganannya.
“Kami paham bahwa kasus ini menjadi sorotan. Namun, kami juga meminta masyarakat memahami bahwa proses penegakan hukum membutuhkan waktu dan kehati-hatian. Prinsip kami jelas, profesional, transparan, dan akuntabel,” pungkas Toni.
Untuk diketahui, kasus posisi berawal dari adanya pemberian dana hibah kepada DBON yang bersumber pada APBD Provinsi Kalimantan Timur senilai Rp100 miliar. Di mana tersangka Agus Hari Kesuma sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Kaltim, selaku pemberi dana hibah menyetujui pendistribusian/ menyalurkan dana hibah kepada pihak lain selain organisasi DBON, yang bertentangan dengan tata kelola pengelolaan dana hibah dan perjanjian dana hibah itu senidiri serta menyetujui pencairan dana hibah yang tidak didukung dengan dokumen yang sah.
Sedangkan tersangka Zairin Zain sebagai Kepala Pelaksana Sekretariat Lembaga DBON ProvinsiKaltim selaku penerima dana hibah menyalurkan dana hibah kepada pihak lain yang bertentangan denganNaskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan tidakmelakukan pertanggungjawaban secara tidak sah.
Sehingga dalam proses pemberian dan pengelolaan tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik itu dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan negara, keuangan daerah maupun ketentuan pengelolaan dana hibah.
Sehingga terjadi perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah atau tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para tersangka, yang dalam hal ini kerugian keuangan negara yang ditimbulkan berdasarkan hasil penyidikan kurang lebih puluhan milyar rupiah.
Sementara itu, kedua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kini telah dipindahkan dan menjalani masa tahanan di Rutan Klas I Samarinda. Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman minimal 8 penjara, dan maksimal 20 tahun penjara.
(tim redaksi)