IMG-LOGO
Home Umum Dua Anggota Dewan di Kaltim Terseret Dugaan Kasus SARA di Media Sosial, Solidaritas Jurnalis Bersuara Keras
umum | Hukum dan Kriminal

Dua Anggota Dewan di Kaltim Terseret Dugaan Kasus SARA di Media Sosial, Solidaritas Jurnalis Bersuara Keras

oleh Hasa - 09 Oktober 2025 11:02 WITA
IMG
Oktavianus, Salah Satu Solidaritas Wartawan Kaltim (SWK) yang Menyuarakan Isu Sara. (Foto - Fkhn)

POLITIKAL.ID - Media sosial di Kalimantan Timur kembali jadi arena baku hantam. kali ini melibatkan isu paling sensitif yaitu dugaan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Golongan). Bukan sekadar warganet biasa, pusaran konflik ini menyeret nama yang diduga pejabat publik.

Dua nama tersebut diduga kuat adalah anggota DPRD Kaltim bernama Abdul Giaz dan Anggota DPRD Samarinda, Adnan Faridhan.

Kasus yang kini telah ditangani oleh Polda Kaltim ini menjadi sorotan tajam. Pasalnya, sikap dan ucapan yang diduga elite politik ditunjukkan di dunia maya dinilai justru membahayakan kondusifitas daerah.

Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan Kaltim (SWK) menggelar konferensi pers di Cafe Kopi Pian, Samarinda, Kamis (9/10/2025), menyuarakan keprihatinan mendalam. Inti seruan mereka: hentikan provokasi dan hormati hukum.

"Pejabat publik yang sedang berperkara, kami mengharapkan juga agar mereka dapat berbicara sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," kata Oktavianus, perwakilan SWK.

Para jurnalis ini menyoroti adanya nuansa politis yang terasa kental. Pernyataan yang diduga dari kedua anggota dewan tersebut, menurut SWK, sudah mengarah ke hal-hal lain di luar substansi kasus hukum yang berjalan, seolah sengaja menggiring opini publik. SWK bahkan menyayangkan adanya campur tangan pihak luar Kalimantan yang ikut 'memanaskan' situasi.

"Artinya, kita hormatilah proses hukum yang sedang berjalan. Jangan men-judge apalagi langsung menjustifikasi antara proses hukum yang masih sedang berjalan itu kemudian mengiringi opini lainnya," tegas Faisal.

SWK secara tegas menyatakan, fokus mereka bukanlah mencampuri penyelidikan polisi, melainkan menyoroti dampak destruktif yang ditimbulkan oleh pernyataan yang diduga dari pejabat publik di media sosial.

Kekhawatiran terbesar para jurnalis ini adalah potensi konflik horizontal yang dipicu oleh akun yang diduga pejabat dengan pengikut yang masif. Ucapan mereka, yang seharusnya menjadi penyejuk, justru bisa menjadi pelatuk reaksi besar yang sulit diredam.

"Seharusnya tidak perlu disampaikan hal-hal yang sekiranya dapat memancing reaksi yang sulit dihindari itu benar-benar harus bisa diantisipasi sedewasa mungkin," ujar Anjas.

SWK lantas melayangkan kritik tajam yang menyentil fungsi utama anggota dewan di Karang Paci. Mereka berharap para wakil rakyat itu fokus mencari solusi pada persoalan efisiensi anggaran dan kepentingan publik, bukan sibuk saling lempar opini tak bermanfaat.

"Menurut hemat kami, ketimbang rusuh di sosial media, mending manfaatkan sosial media kalian sebaik-baiknya untuk membantu masyarakat," sindir mereka.

Sebagai penutup, SWK juga mengingatkan para jurnalis sendiri agar tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dan memastikan pemberitaan yang berimbang. Oktavianus menggarisbawahi pentingnya profesionalisme bagi semua pihak.

"Jangan sampai kita benar-benar lalai atas tanggung jawab kita sebagai pilar keempat demokrasi," pungkasnya, menandakan bahwa ancaman terhadap kondusifitas daerah datang dari mana saja, termasuk dari kelalaian etika.

(tim redaksi)

Berita terkait