POLITIKAL.ID – Dugaan keterlibatan mantan pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kutai Timur, Marhadyn, dalam praktik penggelapan aset kini kembali mencuat ke permukaan. Laporan investigatif terbaru menyebutkan adanya jejak kepemilikan properti dan dana yang diduga disembunyikan melalui serangkaian transaksi mencurigakan.
Temuan ini pertama kali diungkap oleh Kompasiana, yang melaporkan bahwa proses akuisisi aset dilakukan secara sistematis sejak Marhadyn memasuki masa sengketa hukum. Aset yang dimaksud meliputi barang bergerak dan tidak bergerak yang terdaftar atas nama pribadi maupun pihak ketiga, dan diduga kuat dikelola secara tidak sah.
Laporan tersebut turut menyingkap dokumen pendukung seperti sertifikat tanah, bukti transfer, serta data transaksi internal sebagai indikator awal adanya pelanggaran hukum.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Ashan Putra Pradana, menyampaikan sikap tegas.
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas dugaan penggelapan aset oleh saudara Marhadyn. Transparansi dalam proses hukum adalah syarat mutlak agar kepercayaan publik tidak semakin luntur,” ujar Ashan dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
Menurutnya, jika terbukti terjadi penggelapan, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga mencederai nilai etika dan tanggung jawab publik yang melekat pada jabatan seorang pejabat negara.
Lebih lanjut, Ashan mendorong agar Mahkamah Agung dilibatkan dalam menelusuri aliran aset baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ia juga menyebutkan kesiapan HMI untuk memfasilitasi audit independen terhadap aset-aset terduga, termasuk kendaraan mewah, lahan bernilai ratusan juta rupiah, hingga sejumlah rekening yang belum diungkap kepada publik.
"Jika terbukti ada praktik manipulatif atau penipuan administratif, maka sanksi tidak boleh hanya berhenti pada individu. Pendekatan hukum korporasi perlu diterapkan agar ada efek jera," tambahnya.
Ashan juga menyampaikan kekhawatirannya atas dugaan keterlibatan pihak ketiga dan kemungkinan terjadinya rekayasa transaksi fiktif. Ia mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan, mengingat adanya indikasi intelijen palsu serta aliran dana yang tidak transparan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Marhadyn maupun kuasa hukumnya belum memberikan klarifikasi resmi. Informasi terakhir menyebutkan bahwa sebagian aset yang diduga bermasalah telah berpindah tangan ke nama-nama dekat, lembaga swasta, bahkan institusi luar negeri.
HMI Kaltim–Kaltara menegaskan komitmennya untuk terus mengawal jalannya proses hukum secara menyeluruh. Mereka juga membuka ruang diskusi publik bersama masyarakat, akademisi, dan pakar hukum guna membentuk kontrol sosial terhadap penanganan perkara ini.
“Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Jika proses ini berjalan sesuai koridor hukum, maka akan terbukti bahwa negara tidak memberi ruang bagi pelaku penggelapan aset untuk lolos dari tanggung jawab hukum,” tutup Ashan.
(tim redaksi)