IMG-LOGO
Home Nasional Koalisi Masyarakat Sipil Tekankan Batas Harta Koruptor yang Boleh Dirampas dalam RUU Perampasan Aset
nasional | umum

Koalisi Masyarakat Sipil Tekankan Batas Harta Koruptor yang Boleh Dirampas dalam RUU Perampasan Aset

oleh Hasa - 12 September 2025 09:35 WITA
IMG
Ilustrassi perampasan aset (HO)

POLITIKAL.ID - Koalisi Masyarakat Sipil kembali menyuarakan sejumlah catatan penting dalam pembahasan Rancangan Undang‑Undang (RUU) Perampasan Aset.

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Auriga Nusantara, Institute for Criminal Justice Reform, IM57+Institute, Kaoem Telapak, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.

Mereka menekankan batas jumlah harta terkait tindak pidana yang dapat dirampas dalam RUU Perampasan Aset.

Sebab berdasarkan Pasal 6 draf RUU Perampasan Aset per April 2023, aset yang dapat dirampas bernilai paling sedikit Rp100.000.000 dan diancam dengan 4 tahun atau lebih.

"Batas ini penting untuk dibahas kembali untuk menyesuaikan dengan, misalnya, kondisi inflasi, nilai ekonomis, dan lain sebagainya," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, Kamis (11/9/2025) dikutip dari Kompas.com

Mereka juga menekankan soal aturan terkait harta yang tidak dapat dijelaskan sumbernya atau unexplained wealth order.

Harta yang tidak dapat dijelaskan sumbernya ini, kata Wana, merupakan konsep dasar dari illicit enrichment atau pengayaan ilegal.

Jika seorang pejabat memiliki harta yang melebihi pendapatan dan tidak dapat dijelaskan asalnya, maka patut diduga harta tersebut adalah hasil dari suatu tindak pidana seperti suap atau gratifikasi.

"Unexplained wealth penting untuk diatur dalam RUU Perampasan Aset, sebab akan mempermudah pembuktian dugaan korupsi," ujar Wana.

Wana melanjutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memiliki instrumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dapat dijadikan rujukan dasar pengenaan pengayaan ilegal.

LHKPN juga dapat digunakan untuk melihat kenaikan harta dari seorang pejabat dari tahun ke tahun.

Sebelumnya  Pemerintah terus menegaskan komitmennya untuk memberantas tindak pidana korupsi melalui percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mendorong DPR untuk segera membahas RUU tersebut.

Yusril menjelaskan, RUU Perampasan Aset telah direncanakan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2026.

"Pak Presiden pun sudah beberapa kali juga menegaskan supaya DPR segera membahas RUU itu," kata Yusril belum lama ini

Yusril sudah mendiskusikan RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas 2025-2025 dengan Menkum Supratman Andi Agtas. Yusril menunggu nasib RUU tersebut akan menjadi usul inisiatif DPR atau tidak.

"Dan kemarin juga saya berkoordinasi dengan Pak Supratman Menteri Hukum, sedang membicarakan memasukkan RUU Perampasan Aset itu dalam Prolegnas 2025-2026, dan sedang menunggu keputusan apakah akan diambil inisiatifnya oleh DPR," ujarnya.

Yusril mengatakan pemerintah sudah siap membahas RUU Perampasan Aset bersama dengan DPR. Kini, menurut Yusril, bandul pembahasan RUU Perampasan Aset berada di DPR.

"Kalau itu memang disepakati, DPR silahkan mempersiapkan RUU Perampasan Aset itu, yang dulu sebenarnya sudah pernah diajukan oleh pemerintah pada masa Pak Jokowi, dan pemerintah siap untuk membahas itu dan tergantung nanti siapa yang ditunjuk oleh Pak Presiden untuk membahas RUU Perampasan Aset itu," imbuhnya.

(*)

Berita terkait