POLITIKAL.ID – Kooptasi militerisme yang terjadi di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) menjadi sorotan.
Bermula pada 10 Juli 2025, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UNSRAT mengeluarkan surat edaran yang meminta para dekan untuk memberikan rekomendasi nama mahasiswa untuk mengikuti seleksi Komponen Cadangan (Komcad).
Surat edaran ini memicu kontroversi di lingkungan kampus, ditambah dengan adanya kegiatan “Sosialisasi Komponen Cadangan” yang menghadirkan aparat militer sebagai narasumber pada PKKMB FISIP UNSRAT tanggal 23 Juli 2025.
Praktik serupa bahkan telah berlangsung sejak PKKMB tahun 2024.
Sebagai respon atas indikasi militerisasi di kampus, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNSRAT bersama YLBHI-LBH Manado merencanakan diskusi akademik bertajuk “Menegakkan Kebebasan Akademik: Menangkal Bahaya Laten Militerisme dalam Kehidupan Kampus” yang dijadwalkan pada 19 Agustus 2025.
Namun, diskusi tersebut dibatalkan secara sepihak oleh BEM setelah mendapatkan tekanan dari pihak birokrasi kampus.
Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) lantas mengecam tindakan kooptasi militerisme serta pembatalan diskusi akademik tersebut.
KIKA menilai tindakan pembatalan ini sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan akademik dan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.
Menurut siaran pers LBH Manado, sejumlah pengurus BEM UNSRAT mengalami tekanan dari petinggi kampus, termasuk ancaman pembekuan kepengurusan BEM jika diskusi tetap digelar. Tekanan ini diduga kuat berkaitan dengan sensitivitas tema militerisme dan kehadiran aparat militer di kegiatan kampus yang menimbulkan protes mahasiswa.
“KIKA menilai pembatalan diskusi ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan akademik sebagaimana dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 serta Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik 2017. Tindakan birokrasi kampus yang tunduk pada tekanan militer dianggap sebagai bentuk kolaborasi dalam pembungkaman demokrasi di ruang akademik,” jelas KIKA dalam siaran persnya, Rabu (20/8/2025).
Selain itu, KIKA juga menyatakan Insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan agar dapat mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan berintegritas keilmuan demi kemanusiaan.
“Upaya militerisasi kampus merupakan gejala otoritarianisme yang mengkhawatirkan, mengingat sejarah represif rezim Orde Baru yang menggunakan pendekatan militeristik. Pembatalan diskusi ini bukan hanya pelanggaran konstitusi, tetapi juga serangan terhadap kemerdekaan berpikir di perguruan tinggi,” tambahnya.
KIKA menegaskan bahwa kampus tidak boleh menjadi alat kekuasaan, terutama tidak boleh diperalat oleh kepentingan militer. Organisasi ini menyerukan solidaritas seluruh elemen akademik untuk melawan segala bentuk pembungkaman kebebasan akademik.
Oleh karena itu, kami dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Pembatalan diskusi yang terjadi merupakan bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia sebagai hak konstitusional warga negara, khususnya pasal 28 UUDNRI 1945 sekaligus pelanggaran terhadap Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik.
2. Menolak segala bentuk upaya militerisasi di dalam kampus. Upaya kooptasi militer terhadap kampus, pertanda gejala otoritarianisme semakin menguat. Hal ini membangkitkan memori kolektif kita terhadap rezim orde baru Suharto yang menggunakan pendekatan militeristik yang represif dan anti-demokrasi.
3. Mengecam keras tindakan birokrasi kampus Unsrat yang melakukan upaya paksa pembatalan diskusi, yang pada dasarnya dijamin oleh konstitusi. Birokrasi kampus yang tunduk pada tekanan militer adalah bentuk kolaborasi dalam pembungkaman. Mereka bertanggung jawab langsung atas tergerusnya ruang kebebasan akademik.
4. Kampus tidak boleh menjadi bidak kekuasaan, termasuk tidak untuk diperalat oleh kepentingan militer. kampus harus berdiri tegak dengan independensinya dalam rangka menjamin kebebasan akademik bagi setiap civitas akademika-nya.
5. Menyerukan kepada seluruh kalangan untuk saling bersolidaritas melawan segala bentuk pembungkaman kebebasan akademik. Satu dilukai, semua harus merasa tersakiti. Dan pembatasan kebebasan akademik di Unsrat, adalah pembatasan terhadap seluruh insan civitas akademika dimanapun berada!
(tim redaksi)