IMG-LOGO
Home Daerah Potensi Kerugian Negara Rp 200 Miliar, DPRD Kaltim Desak OJK Klarifikasi Terkait Dugaan Kredit Fiktif Bank Plat Merah
daerah | umum

Potensi Kerugian Negara Rp 200 Miliar, DPRD Kaltim Desak OJK Klarifikasi Terkait Dugaan Kredit Fiktif Bank Plat Merah

oleh VNS - 10 April 2025 18:11 WITA
IMG
DIWAWANCARAI - Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle. foto: redaksi

POLITIKAL.ID -  DPRD Kalimantan Timur melalui Komisi II mengambil sikap tegas atas dugaan kredit fiktif senilai lebih dari Rp 200 miliar yang menyeret nama bank plat merah di wilayah Kaltim dan Kaltara.

Dewan mendesak keterbukaan dari OJK dan pihak bank agar persoalan ini segera mendapat titik terang dan tak menjadi bola panas berkepanjangan.

Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menegaskan bahwa lembaganya akan terus mendorong penuntasan kasus dugaan kredit fiktif yang mulai mencuat beberapa waktu terakhir.

Ia menyebut pentingnya peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan klarifikasi karena kasus ini telah ditangani oleh otoritas keuangan tersebut.

“Kami belum menerima konfirmasi resmi dari OJK. Maka kami akan segera meminta klarifikasi langsung untuk mengetahui sejauh mana persoalan ini ditangani,” ujar Sabaruddin, Rabu (9/4/2025) malam.

Menurutnya, kasus ini mencuat dalam forum resmi Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Balikpapan pada 25 Maret lalu, di mana DPRD mendapatkan informasi soal dugaan penyimpangan di internal bank.

Karena bersinggungan langsung dengan kerugian negara dan sensitivitas publik, Sabaruddin menilai penting adanya kehati-hatian, tetapi tetap menekankan perlunya keterbukaan.

“Kita tidak mau hanya staf yang hadir di RDP selanjutnya. Kita ingin para pimpinan bank hadir langsung agar bisa mengambil keputusan konkret dalam forum,” lanjutnya.

Komisi II DPRD Kaltim saat ini tengah menjadwalkan ulang RDP dengan mengundang petinggi bank plat merah, dan berencana menggandeng media untuk bersama-sama mendesak tanggapan dari OJK secara terbuka.

“Kami tidak ingin ada ruang abu-abu dalam masalah ini. Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan hanya karena tidak adanya transparansi,” tegas Sabaruddin.

Dilanjutkannya, karena problem yang harus diurai secara teknis, maka sangat penting rasanya klarifikasi oleh pihak berwenang, seperti OJK.

"Maka kita seharusnya, bersama-sama dengan media meminta klarifikasi kepada OJK. Apa responnya ? Apa pandangan dia ? Karena kami memang ingin menggali lebih dalam persoalan itu," tegasnya.

Meski masih berupaya untuk meminta klarifikasi OJK, namun Sabaruddin juga menerangkan kalau pihak dalam waktu dekat akan kembali menggelar RDP bersama bank plat merah yang diduga bermasalah tersebut.
Namun demikian, Sabaruddin merinci kalau agenda ini harus lebih dulu dipastikan agar para unsur pimpinan bank plat merah bisa hadir secara langsung.

"Harapan kita para petinggi perusahaan umum daerah bisa hadir, agar bisa memberi kepastian keputusan di dalam forum (ketika ada komitmen penyelesaian permasalahan)," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan kredit fiktif yang terjadi di sebuah bank berplat merah di Kalimantan Timur-Kalimantan Utara ini juga telah disorot dan dianalisa Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.

Hal itu disampaikan Haedar, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Selasa (8/4/2025), kemarin.

"Kita tetap kaji, kita pelajari dulu (dugaan kasus kredit fiktif)," ucap Haedar.

Meski masih melakukan sorotan, namun monitoring Korps Adhyaksa ini akan dilakukan secara ketat. Terlebih mengingat besarnya potensi kerugian negara.

"Setelah kita telaah baru diajukan ke pimpinan. Kita tetap monitor juga terkait itu. Tapi kita pelajari dulu," tambahnya.

Selain masih melakukan pemantauan kasus, Haedar juga menyebut kalau potensi potensi pidana yang terjadi di bank plat merah ini memiliki modus operandi yang nyaris sama dengan kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jakarta.

"Dan ini modusnya hampir sama dengan yang terjadi di Bank Jatim. Terkait modus operandinya mirip," tandasnya.

Untuk diketahui, kasus serupa juga terjadi di Bank berplat Merah yang ada di Jakarta. Tepat pada 20 Februari 2025 lalu, Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus kredit fiktif dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 569,4 miliar.

Tiga tersangka yang diamankan pada Februari 2025 itu adalah Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, Benny; pemilik PT Indi Daya Group, Bun Sentoso; serta Direktur PT Indi Daya Rekapratama dan Indi Daya Group, Agus Dianto Mulia.

Kronologi kasus bermula saat tim penyidik Kejati Jakarta mulai memeriksa Benny terkait dengan dugaan manipulasi pemberian kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta.

Benny diduga telah memfasilitasi pencairan kredit fiktif kepada PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama.

Kredit tersebut diberikan dengan menggunakan agunan atau jaminan dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seolah-olah ada kerja sama dengan BUMN padahal tidak ada.

Selain itu, pencairan dana dilakukan atas nama perusahaan nominee, yaitu perusahaan yang digunakan sebagai kedok untuk mendapatkan kredit dengan dokumen yang telah direkayasa.

Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini terbilang sistematis. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sebagai debitur sebenarnya tidak memiliki proyek riil atau kemampuan finansial yang memadai untuk mendapatkan kredit dalam jumlah besar.

Namun, dengan bantuan Benny sebagai Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, proses pencairan kredit tetap dilakukan.

Selain itu, peran Fitri Kristiani juga sangat krusial, karena ia bertindak sebagai penghubung yang mengurus berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam skema penipuan ini. T

Tersangka Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia diduga berkolusi dengan Benny untuk mencairkan 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor.

Total kredit yang telah dicairkan mencapai Rp 569,4 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung proyek-proyek yang didanai melalui kredit modal kerja, tetapi pada kenyataannya, proyek-proyek tersebut tidak pernah ada.

Penyidik Kejati Jakarta menduga bahwa seluruh dana tersebut berasal dari kredit fiktif yang tidak sesuai dengan prosedur perbankan yang berlaku.

Setelah penetapan tersangka, Kejati Jakarta langsung melakukan penahanan terhadap ketiganya. Benny ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sementara Bun Sentoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Agus Dianto Mulia di Rutan Cipinang.

Sementara itu, Fitri Kristiani baru ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Maret 2025 dan akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk mendalami perannya dalam kasus ini.

Selain penahanan, penyidik juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk rumah Bun Sentoso dan kantor PT Indi Daya Group.

"Saat ini penggeledahan masih berlangsung," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jakarta, Syarief Sulaiman Nahdi.

Ia menambahkan bahwa dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan berbagai dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan praktik manipulasi kredit fiktif yang dilakukan oleh para tersangka.

(tim redaksi)

Berita terkait