POLITIKAL.ID - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyebut bakal menyiapkan aturan untuk menghapus sistem outsourcing.
Hal ini disampaikan Yassierli menindaklanjuti komitmen Presiden Prabowo Subianto yang akan menghapus sistem outsourcing pekerja.
Kebijakan Prabowo akan menjadi landasan dalam penyusunan Peraturan Menteri (Permenaker) tentang outsourcing.
"Kebijakan Presiden yang disampaikan pada perayaan May Day 2025 terkait outsourcing tentunya akan menjadi kebijakan dasar dalam penyusunan Peraturan Menteri tentang outsourcing yang saat ini sedang disusun," ujar Yassierli dalam keterangan tertulis Biro Humas Kemnaker, Jumat (2/5/2025).
Yassierli menyatakan, pernyataan Presiden Prabowo terkait outsourcing merupakan bukti bahwa Prabowo sangat aspiratif dan memahami kegundahan pekerja/buruh Indonesia.
"Saya sebagai Menteri Ketenagakerjaan tentunya menyambut baik dan akan siap menjalankan arahan atau kebijakan Presiden Prabowo sehubungan dengan outsourcing tersebut," imbuhnya.
Menurut Yassierli, persoalan alih daya (outsourcing) telah menjadi isu yang terus disuarakan oleh kalangan pekerja selama hampir dua dekade terakhir.
Dalam praktiknya, lanjut Yassierli, outsourcing kerap menimbulkan berbagai permasalahan, seperti pengalihan kegiatan inti (core business), ketidakpastian pekerjaan, tidak adanya kejelasan karir, upah rendah, kerentanan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK), lemahnya perlindungan jaminan sosial, hingga sulitnya membentuk serikat pekerja.
Sebelumnya Presiden Prabowo akan menghapus sistem outsourcing pekerja.
Karenanya,ia memerintahkan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, yang baru akan dibentuk, untuk mencari cara menghapus sistem tersebut.
Dewan tersebut rencananya diisi para pimpinan serikat buruh tanah air.
"Saya akan meminta Dewan Kesejahteraan Nasional mempelajari bagaimana caranya kita kalau bisa, tidak segera, tapi secepat-cepatnya kita ingin menghapus outsourcing," tegas Prabowo dalam Pidato Hari Buruh di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5).
Namun, Prabowo mengingatkan para buruh untuk realistis. Dalam hal ini, Indonesia harus menjaga juga kepentingan investor.
"Kalau mereka (investor) tidak investasi, tidak ada pabrik, kalian tidak bekerja," terangnya.
(*)