IMG-LOGO
Home Advertorial BPBPD Samarinda Sebut Fenomena Backwater Pemicu Banjir Selain Hujan
advertorial | umum

BPBPD Samarinda Sebut Fenomena Backwater Pemicu Banjir Selain Hujan

oleh VNS - 27 Mei 2025 13:01 WITA
IMG
Kepala BPBPD Samarinda, Suwarso Sebut Fenomena Backwater Pemicu Banjir Selain Hujan (Istimewa)

POLITIKAL.ID - Guyuran hujan deras yang terjadi sejak Selasa siang (27/5/2025) membuat beberapa kawasan di Samarinda kembali tergenang.

Namun, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda menekankan bahwa penyebab utama genangan kali ini bukan hanya intensitas hujan, tetapi juga fenomena hidrologis yang dikenal sebagai backwater.

Kepala BPBD Samarinda, Suwarso, menjelaskan bahwa backwater terjadi ketika air dari sungai-sungai kecil seperti Karang Mumus dan Karang Asam tidak bisa mengalir lancar ke Sungai Mahakam karena muka air Mahakam yang sedang tinggi akibat pasang besar.

“Bukan hanya hujan deras, tapi pasang besar di Sungai Mahakam menyebabkan air dari Karang Mumus dan Karang Asam tertahan. Ini yang disebut backwater, dan dampaknya sangat terasa,” ujar Suwarso dalam keterangannya.

Berdasarkan data BMKG, curah hujan mencapai 50–85 mm per jam di beberapa titik seperti Samarinda Ulu dan Samarinda Utara. Genangan setinggi 50–100 cm pun muncul di kawasan rawan seperti Jalan Panjaitan, Kebun Agung, Simpang Pat Lumiswana, hingga Palaran. Di Palaran, bahkan dilaporkan terjadi longsor.

“Air tertahan di dataran rendah wilayah Samarinda Utara, Palaran, dan Sambutan jadi yang paling terdampak. Tapi kami sudah siagakan semua armada dari mobil rescue, dalmas, hingga perahu,” jelas Suwarso.

BPBD menyatakan bahwa proses evakuasi telah dilakukan untuk sejumlah warga, termasuk penumpang yang menuju Bandara APT Pranoto. Mobil Dalmas dikerahkan untuk mendukung mobilitas warga yang terhambat banjir.

Pemantauan elevasi air juga terus dilakukan. Bendungan Benanga tercatat masih dalam status normal (5,752 MDPL), sementara kawasan Sungai Siring masuk status siaga, dan Pondok Surya Indah sudah berada dalam kategori awas dengan ketinggian 5,15 meter.

“Melihat data dari hulu seperti Badak Mekar, curah hujannya cenderung rendah. Mudah-mudahan ini pertanda air akan segera surut. Tapi kami tidak lengah, semua sumber daya tetap kami siagakan,” tegas Suwarso.

Fenomena backwater yang berulang di Samarinda menunjukkan perlunya pendekatan pengelolaan air dan drainase perkotaan yang lebih terintegrasi, tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur hilir, tapi juga pada sinergi tata ruang, pemetaan dataran rendah, dan mitigasi hidrologis berbasis data.

(Adv)