POLITIKAL.ID - Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas lembaga legislatif. Pada Kamis (12/6/2025), BK resmi memeriksa dua anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra dan Darlis Pattalongi, terkait dugaan pelanggaran etik dalam pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD).
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut dari laporan Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim yang dilayangkan pada awal Mei 2025. Laporan tersebut mempersoalkan tindakan pimpinan rapat yang meminta kuasa hukum RSHD untuk meninggalkan ruang RDP.
“BK hanya meminta klarifikasi kronologis versi terlapor. Ini bagian dari proses pendalaman yang harus kami lakukan dengan objektif,” ujar Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, usai pemeriksaan.
BK mengantongi sejumlah bukti pendukung, termasuk rekaman video pelaksanaan RDP yang digelar pada 29 April 2025. Dalam video tersebut, terlihat kuasa hukum RSHD diminta keluar dari ruang rapat sebelum diskusi antara DPRD dan pihak rumah sakit dimulai. Langkah inilah yang kemudian dipersoalkan oleh para advokat dan menjadi bahan laporan ke Badan Kehormatan.
Subandi memastikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aduan ini secara profesional dan netral, tanpa intervensi politik.
“Kami upayakan hasilnya bisa diumumkan secepatnya, agar tidak ada spekulasi di publik,” tegasnya.
Usai diperiksa BK, Andi Satya Adi Saputra enggan memberikan keterangan panjang. Ia hanya menyatakan bahwa dirinya telah memberikan klarifikasi sesuai prosedur yang ditetapkan Badan Kehormatan.
“Saya hanya mengikuti prosedur. Selanjutnya keputusan ada di BK,” ujarnya singkat kepada wartawan.
Sementara itu, Darlis Pattalongi, yang juga ikut memimpin RDP tersebut, memberikan penjelasan lebih detail. Ia membenarkan bahwa kuasa hukum RSHD memang diminta keluar dari ruang rapat karena pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelesaian masalah.
“Kami ingin langsung berbicara dengan manajemen yang bisa mengambil keputusan. Kuasa hukum tidak bisa memutuskan apapun, hanya mewakili,” jelasnya.
Darlis menambahkan, tindakan tersebut tidak memiliki tendensi personal maupun upaya untuk membungkam pihak tertentu.
“Kami sedang membahas gaji karyawan yang belum dibayar. Kami ingin solusi, bukan debat hukum. Tidak ada pelanggaran etika karena itu sesuai tata tertib forum,” tegasnya.
Sebelumnya, Laporan kepada BK bermula dari keberatan pihak kuasa hukum RSHD yang merasa hak mereka sebagai pendamping hukum telah diabaikan dalam forum resmi DPRD. Mereka menilai tindakan pimpinan rapat tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan dan profesionalisme dalam penyelesaian masalah publik.
Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim pun menilai insiden tersebut sebagai bentuk pembatasan akses hukum dan pelanggaran etika yang tidak semestinya terjadi di forum lembaga legislatif.
Ketua BK, Subandi, menegaskan bahwa laporan apapun yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran etika akan diproses secara adil dan profesional. Prosedur klarifikasi dilakukan untuk memberikan ruang pembelaan kepada terlapor, namun juga tetap menjaga hak pelapor dan kredibilitas institusi DPRD.
“Forum DPRD harus menjadi ruang yang terbuka, tertib, dan profesional. Kami tidak ingin lembaga ini tercoreng hanya karena pelaksanaan rapat yang tidak sesuai etika,” pungkas Subandi.
(adv)