POLITIKAL.ID - Sorotan tajam disampaikan Fraksi Partai Gerindra DPRD Kalimantan Timur terhadap alokasi anggaran infrastruktur yang dinilai belum adil, terutama bagi daerah-daerah di kawasan hulu Kaltim seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu
Desakan itu disampaikan Anggota Komisi II DPRD Kaltim dari Fraksi Gerindra, Andi Muhammad Afif Rayhan Harun, dalam Rapat Paripurna ke-18 yang digelar Selasa (17/6/2025). Ia menekankan pentingnya keberpihakan anggaran terhadap daerah dengan kondisi geografis sulit dan infrastruktur minim.
“Ketimpangan ini nyata. Masih banyak ruas jalan rusak parah yang justru menjadi jalur utama bagi masyarakat di hulu Kaltim. Apakah kita mau terus menutup mata atas kebutuhan dasar seperti aksesibilitas?” tegas Afif.
Afif mengungkapkan, sejumlah ruas penghubung antara Kutai Kartanegara ke Kutai Barat dan Mahakam Ulu berada dalam kondisi rusak berat, bahkan sebagian tidak layak dilalui kendaraan saat musim hujan. Kondisi ini sangat memukul perekonomian warga, menghambat distribusi barang, serta menyulitkan akses ke layanan kesehatan dan pendidikan.
“Banyak keluhan masyarakat di sana. Tidak hanya pengusaha lokal yang rugi karena biaya distribusi membengkak, tapi juga warga biasa yang kesulitan membawa hasil panen atau mendapatkan layanan dasar,” jelasnya.
Selain menyoroti keadilan dalam penganggaran, Fraksi Gerindra juga mendorong agar Pemprov Kaltim lebih aktif menjalin koordinasi dengan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional. Menurut Afif, sinergi dengan pemerintah pusat sangat penting agar pembangunan jalan nasional di kawasan pedalaman bisa segera dieksekusi.
“Pemprov jangan hanya menunggu. Harus proaktif menyuarakan kebutuhan infrastruktur daerah hulu ke pusat. Ini soal pemerataan pembangunan, bukan sekadar proyek,” ujarnya.
Fraksi Gerindra menilai persoalan infrastruktur di kawasan pedalaman seharusnya menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kaltim. Mereka meminta adanya indikator yang jelas dan target waktu dalam menyelesaikan persoalan akses jalan di wilayah-wilayah tertinggal tersebut.
“Ini bukan baru terjadi. Tapi bertahun-tahun belum tuntas. Kita ingin perubahan, bukan janji. Jalan dan jembatan adalah urat nadi ekonomi masyarakat pedalaman,” pungkas Afif Rayhan.
(Adv)