POLITIKAL.ID - Ambisi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) untuk menghadirkan pendidikan tinggi gratis bagi warganya melalui program Gratispol terhambat oleh persoalan mendasar yaitu, keterbatasan kewenangan daerah dan belum adanya dasar hukum yang permanen.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, mengungkapkan bahwa Pemprov Kaltim tidak memiliki kewenangan langsung untuk membiayai pendidikan tinggi karena hal itu menjadi ranah pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
“Karena perguruan tinggi itu bukan kewenangan provinsi, maka tidak bisa dibiayai secara langsung dari APBD. Jalan satu-satunya saat ini hanya bisa dilakukan melalui skema hibah,” kata Sarkowi, Sabtu (14/6/2025).
Namun, ia mengakui bahwa penggunaan dana hibah pun bukan solusi jangka panjang, mengingat sifatnya yang hanya bersifat tentatif dan terbatas secara hukum. Skema ini tidak dapat digunakan secara berulang dalam jangka panjang tanpa dasar hukum yang kuat.
“Kalau program ini ingin berkelanjutan, tidak cukup dengan skema hibah. Harus diperkuat melalui Peraturan Daerah (Perda), agar ada kepastian hukum,” tegasnya.
Saat ini, Pemprov Kaltim tetap melanjutkan implementasi awal program kuliah gratis tersebut dengan menggandeng 51 perguruan tinggi melalui koordinasi teknis dengan Biro Kesejahteraan Rakyat (Birokesra). Namun, pemerintah juga tengah menyusun regulasi dan skema pencairan agar dana hibah bisa mulai disalurkan pada Agustus 2025.
“Target kami Agustus dana hibah sudah mulai cair, tapi masing-masing kampus punya mekanisme berbeda. Di Unmul, misalnya, mahasiswa baru tetap harus membayar dulu untuk mendapatkan NIM,” jelas Sarkowi.
Dari sisi kualitas pendidikan, pemerintah juga merancang kebijakan pendukung. Salah satunya dengan menaikkan batas usia maksimal dosen untuk melanjutkan studi S3 dari 40 menjadi 45 tahun, guna memperkuat sumber daya manusia di sektor perguruan tinggi.
Sarkowi menyebut, langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menyeluruh untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi sekaligus memastikan program Gratispol tidak hanya kuantitatif, tetapi juga berdampak terhadap mutu lulusan.
“Program ini bagus, tapi harus punya pondasi hukum dan tata kelola yang kuat. Tidak bisa hanya karena janji kampanye lalu dijalankan tanpa regulasi. Nanti bisa berhenti di tengah jalan,” ujarnya.
Ia berharap, sembari program berjalan, Pemprov Kaltim segera menyusun Perda sebagai kerangka permanen agar program kuliah gratis dapat dijalankan secara konsisten, akuntabel, dan berkelanjutan.
(Adv)