POLITIKAL.ID - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PAN, Sarifuddin Sudding, mengingatkan pemerintah dan DPR agar berhati-hati dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Ia menegaskan bahwa pembahasan RUU tersebut harus didahului dengan penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Menurut Sudding, tanpa dasar hukum acara yang kuat dan menyeluruh, implementasi perampasan aset sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan.
"Tanpa payung hukum acara yang kuat dan menyeluruh, implementasi perampasan aset sangat berisiko menimbulkan kesewenang-wenangan, pelanggaran hak asasi warga negara, serta potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat dipersoalkan secara hukum di kemudian hari," ujar Sudding, Rabu (17/9).
Politikus PAN itu menekankan bahwa RKUHAP seharusnya menjadi landasan utama sebelum RUU Perampasan Aset dibahas lebih lanjut. Ia menyebut proses pembahasan RKUHAP saat ini telah rampung di Komisi III DPR dan tinggal menunggu persetujuan dalam rapat pleno tingkat satu.
"Maka KUHAP penting untuk diselesaikan dan diselaraskan dengan RUU Perampasan Aset," imbuhnya.
Menurut Sudding, proses pembahasan RKUHAP saat ini sudah rampung, dan tinggal menunggu rapat pleno dengan meminta pandangan fraksi-fraksi di Komisi III DPR untuk disahkan di tingkat satu. Oleh karenanya, kata dia, RKUHAP harus menjadi prioritas sebelum RUU Perampasan Aset resmi dibahas.
"RKUHAP harus menjadi prioritas utama sebelum melangkah lebih jauh ke RUU Perampasan Aset," katanya.
Menurut dia, sejumlah aturan itu, termasuk KUHAP harus harmonis agar negara memiliki sistem hukum yang sinkron dan tidak tumpang tindih.
Sudding memahami publik ingin pemberantasan korupsi yang bukan hanya efektif, tetapi juga adil. Sehingga, menyelesaikan RKUHAP merupakan langkah strategis untuk membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.
"Bukan berarti kita tidak serius dalam mengejar koruptor dan menindak pidana ekonomi. Tapi pendekatannya harus komprehensif," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan menyampaikan, pemerintah dan DPR telah bersepakat untuk segera menyelesaikan proses pembahasan RUU Perampasan Aset pada 2025.
Hal ini ia sampaikan usai memimpin rapat kerja evaluasi Prolegnas Prioritas 2025, Rabu (9/9).
"Targetnya tahun ini semuanya harus dibereskan, tetapi kemudian kita ini namanya meaningful," kata Bob usai rapat.
Memun demikian, Bob mengatakan pihaknya ingin tetap hati-hati dan tak mau terburu-buru.
Menurutnya, pembahasan RUU Perampasan Aset harus tetap melibatkan partisipasi dari masyarakat.
Dia terutama ingin agar publik memahami substansi dalam RUU tersebut. Misalnya, apakah perampasan aset masuk kategori pidana asal atau tambahan, atau justru masuk kategori perdata.
"Nah isinya mesti tahu dulu, dia apakah termasuk pidana asal atau pidana tambahan. Ada pidana pokok, ada jenisnya macam-macam. Perampasan aset ini pidana apa perdata? Kan begitu," katanya.
(*)