POLITIKAL.ID - Kritik terhadap kualitas perbaikan jalan nasional di Kalimantan Timur kembali mengemuka. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, secara terbuka menyesalkan metode tambal sulam yang masih menjadi pendekatan utama dalam pemeliharaan jalan nasional, terutama di wilayah pedalaman seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu.
Menurut Ekti, kebijakan perbaikan jalan yang hanya bersifat sementara dan tidak menyeluruh justru memperburuk kondisi infrastruktur. Salah satu contoh paling mencolok adalah ruas Barong Tongkok–Mentiwan, yang merupakan jalur vital penghubung antarwilayah di pedalaman Kaltim.
“Kondisinya tidak pernah benar-benar pulih. Diperbaiki sebentar, rusak lagi. Ini karena perbaikannya setengah hati dan tidak menyeluruh,” tegas Ekti saat ditemui pada Rabu (21/5/2025).
Ia menyebut, pendekatan tambal sulam yang hanya menangani titik-titik tertentu berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) tidak menyentuh akar persoalan.
“Perbaikan dilakukan sepotong-sepotong, padahal kerusakannya bersifat menyeluruh. Akibatnya, kualitas jalan terus menurun dan masyarakat yang jadi korban,” sambung legislator asal daerah pemilihan Kutai Barat dan Mahakam Ulu itu.
Ekti menekankan bahwa masyarakat pedalaman sangat bergantung pada infrastruktur jalan nasional karena wilayah mereka tidak memiliki jalan provinsi sebagai alternatif. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan berdampak langsung terhadap akses mobilitas warga, distribusi logistik, dan layanan publik.
“Kita tidak punya alternatif lain. Maka, kalau perbaikannya asal-asalan, masyarakat kami yang paling menderita,” ujarnya dengan nada kecewa.
Melihat kondisi ini, Ekti mendorong agar pemerintah pusat melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) segera mengubah pendekatan. Ia mengusulkan sistem kontrak multiyears agar penanganan jalan bisa dilakukan secara bertahap namun menyeluruh dan berkelanjutan, tidak bergantung pada anggaran tahunan yang kerap terbatas.
“Dengan multiyears, kita bisa merencanakan proyek dengan lebih serius, menyeluruh, dan tidak setiap tahun dimulai dari nol,” kata Ekti.
Pemerintah pusat, lanjutnya, sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp900 miliar untuk perbaikan ruas Barong Tongkok–Mentiwan. Proyek tersebut dijadwalkan mulai dikerjakan pada pertengahan 2025 hingga 2027. Namun, Ekti mengingatkan agar anggaran besar itu tidak digunakan secara setengah-setengah.
Selain ruas utama itu, beberapa jalur lain seperti Simpang Blusu, Simpang Damai, SP1 Muara Gusi, hingga Muara Gusi–Simpang Kalteng juga diusulkan masuk dalam skema penanganan nasional. Namun ia menegaskan, prioritas utama tetap harus diberikan pada jalur Barong Tongkok–Mentiwan karena fungsinya yang sangat vital.
Sebagai wakil rakyat, Ekti berkomitmen mengawal pembangunan jalan di wilayah pedalaman dan terus mendorong perhatian serius dari pemerintah pusat.
“Ini soal keadilan pembangunan. Jangan biarkan masyarakat pedalaman terus tertinggal hanya karena infrastruktur tak kunjung layak,” pungkasnya.
(Adv)