IMG-LOGO
Home Nasional Karyawan Bergaji di Bawah Rp10 Juta Dibebaskan dari Potong PPh 21 Lewat Skema DTP, Ini Rinciannya
nasional | umum

Karyawan Bergaji di Bawah Rp10 Juta Dibebaskan dari Potong PPh 21 Lewat Skema DTP, Ini Rinciannya

oleh VNS - 17 September 2025 12:50 WITA
IMG
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan resmi memperluas insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah. Foto:Ist

POLITIKAL.ID - Pemerintah resmi memperluas insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sehingga pegawai dengan penghasilan bruto ≤ Rp10 juta per bulan dibebaskan dari pemotongan PPh 21 selama masa berlakunya kebijakan. Payung hukumnya tertuang dalam PMK No. 10 Tahun 2025. Kebijakan ini berlaku nasional termasuk bagi pekerja di daerah seperti Tulungagung dan ditujukan menjaga daya beli serta mempercepat pemulihan ekonomi.


“Yang terkait dengan perluasan PPh 21 yang ditanggung pemerintah, yang kemarin sudah diberlakukan untuk sektor padat karya, kini kita lanjutkan ke sektor pariwisata, hotel, restoran, dan kafe,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (15/9/2025).

Menurut pemerintah, tambahan penghasilan bersih yang diterima pekerja akibat pembebasan potong pajak diperkirakan Rp60.000-Rp400.000 per bulan, bergantung besaran gaji dan lapisan tarif pajak yang dibebaskan. Untuk menopang kebijakan ini, pemerintah menyiapkan anggaran Rp120 miliar untuk tiga bulan terakhir 2025, dan Rp480 miliar untuk 2026.

Siapa Saja yang Berhak?

Insentif PPh 21 DTP ini mencakup pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memenuhi kriteria berikut:

Pegawai tetap

  1. Memiliki NPWP dan/atau NIK yang telah dipadankan dengan sistem administrasi DJP.

  2. Penghasilan bruto tetap dan teratur ≤ Rp10.000.000/bulan.

  3. Tidak sedang menerima insentif PPh 21 DTP lainnya.

Pegawai tidak tetap

  1. Memiliki NPWP dan/atau NIK yang telah dipadankan.

  2. Upah harian ≤ Rp500.000 atau upah bulanan maksimal Rp10.000.000.

  3. Tidak menerima insentif PPh 21 DTP lainnya.

Catatan: Penghasilan bruto mencakup gaji, tunjangan, dan imbalan sejenis yang bersifat tetap dan teratur, termasuk penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan sesuai ketentuan.

Sektor yang Tercakup

  • Padat karya: alas kaki, tekstil & pakaian jadi, furnitur, produk kulit (skema existing).

  • Perluasan: pariwisata (termasuk hotel, restoran, kafe).

Pemerintah membuka ruang untuk memperluas cakupan sesuai evaluasi dampak dan ketersediaan anggaran.

Cara Kerja & Mekanisme Penyaluran

  • Pajak yang seharusnya dipotong dari gaji pegawai dibayarkan tunai oleh pemberi kerja bersamaan dengan pembayaran gaji (ditanggung pemerintah melalui skema DTP).

  • Tambahan dana tersebut bukan objek pajak bagi pegawai murni menjadi tambahan take-home pay.

  • Pemberi kerja wajib melaporkan realisasi pemanfaatan insentif setiap masa pajak melalui SPT Masa PPh 21/26.

  • DJP melakukan pengawasan. Jika insentif tidak disalurkan ke pegawai padahal telah dimanfaatkan, pemberi kerja wajib menyetorkan PPh 21 sesuai ketentuan.

Periode Berlaku

  • Masa pajak Januari-Desember 2025 (dengan perluasan sektor efektif sesuai PMK 10/2025).

  • Pemerintah menyiapkan kelanjutan pendanaan ke 2026 guna menjaga kesinambungan dampak.

Dampak yang Diharapkan

  • Daya beli pekerja menengah-bawah terjaga; konsumsi rumah tangga terdorong.

  • Sektor pariwisata hotel, restoran, dan kafe berpotensi cepat pulih karena perputaran belanja meningkat.

  • Efek rambatan ke UMKM pemasok, lapangan kerja, dan pemulihan ekonomi daerah wisata.

Apa yang Perlu Dilakukan Perusahaan?

  1. Padankan NPWP/NIK seluruh pegawai dalam sistem payroll.

  2. Identifikasi pegawai layak (≤ Rp10 juta/bulan atau upah harian ≤ Rp500 ribu) dan pastikan tidak menerima insentif DTP lain.

  3. Bayarkan tunai komponen pajak yang dibebaskan bersamaan gaji (sebagai DTP).

  4. Dokumentasikan & laporkan realisasi di SPT Masa PPh 21/26 setiap bulan.

  5. Koordinasi dengan DJP bila ada perubahan status pegawai atau sektor usaha.

Dengan desain yang sederhana pajak dibayar pemberi kerja sebagai DTP dan dilaporkan rutin pemerintah ingin memastikan manfaat tiba langsung di kantong pekerja tanpa prosedur rumit, sekaligus menjaga transparansi dan akuntabilitas penggunaan insentif.

(Redaksi)