POLITIKAL.ID - Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, menekankan pentingnya pendekatan afirmatif dalam kebijakan perlindungan perempuan dan anak di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Ia menilai, kesenjangan infrastruktur dan keterbatasan layanan dasar di wilayah 3T membuat daerah-daerah tersebut membutuhkan perhatian dan penanganan yang berbeda dari wilayah perkotaan.
Pernyataan tersebut disampaikan Hasanuddin, yang akrab disapa Hamas, usai menghadiri diskusi bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, di Pendopo Odah Etam, Sabtu (10/5/2025).
Dalam forum tersebut, Hamas mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi perempuan dan anak di wilayah-wilayah yang secara geografis sulit dijangkau. Menurutnya, pendekatan yang digunakan dalam merancang kebijakan untuk daerah perkotaan tidak bisa serta-merta diterapkan di daerah 3T.
“Tidak bisa disamakan antara kota besar dan wilayah 3T. Mulai dari akses, budaya, hingga sumber daya sangat berbeda. Jadi memang butuh pendekatan dan perlakuan yang lebih spesifik,” kata Hamas.
Ia mengapresiasi langkah Kementerian PPPA yang telah menyiapkan anggaran khusus untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak di wilayah 3T. Dana tersebut dirancang untuk mendukung penguatan layanan hukum, kesehatan, dan pendidikan, khususnya di daerah-daerah yang selama ini belum sepenuhnya tersentuh pelayanan negara.
“Tadi saya sampaikan langsung kepada Ibu Menteri, dan beliau membenarkan bahwa sudah ada dana khusus untuk ini. Tinggal memastikan implementasinya benar-benar tepat sasaran,” jelas politisi Partai Golkar itu.
Hasanuddin mengungkapkan bahwa ada setidaknya tujuh kabupaten di Kalimantan Timur yang telah diidentifikasi sebagai daerah penerima manfaat dana tersebut. Meski belum merinci nama-namanya, ia menyebut wilayah-wilayah tersebut memiliki akses terbatas terhadap layanan dasar dan infrastruktur yang minim.
Sebagai Ketua DPRD, Hamas menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal proses penyaluran dan implementasi program, agar tidak hanya menjadi janji di atas kertas. Menurutnya, perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah investasi jangka panjang yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
“Isu perempuan dan anak bukan hanya soal angka. Ini menyangkut masa depan generasi. Kita di DPRD akan mengawasi dan mendorong agar pelaksanaannya berjalan dengan baik hingga ke tingkat desa,” tegasnya.
Hasanuddin menambahkan, perlindungan terhadap kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak, adalah bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial. Wilayah 3T yang selama ini tertinggal, menurutnya, perlu diberikan perlakuan afirmatif agar tidak semakin tertinggal dalam pembangunan manusia.
Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk turut terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaksanaan program.
“Pemerintah daerah harus hadir, bukan hanya sebagai pelaksana kebijakan pusat, tapi juga sebagai pelindung bagi warganya sendiri,” ucapnya.
(Adv)