POLITIKAL.ID - Aset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan tajam setelah Komisi I DPRD Kaltim mengungkap tunggakan kontribusi hampir Rp18 miliar dari pengelola Hotel Royal Suite Balikpapan. Ironisnya, dugaan pelanggaran perjanjian kerja sama dan perubahan fungsi hotel menjadi tempat hiburan malam menambah panjang daftar persoalan.
Dalam kunjungan kerja pada 15 Mei 2025, Komisi I menemukan bahwa sebagian fasilitas hotel telah dialihfungsikan menjadi karaoke dewasa dan bar, tanpa kejelasan izin operasional. Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, menyebut kondisi ini tidak hanya melanggar komitmen awal kerja sama, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi daerah.
“Fungsi hotel berubah tanpa ada kejelasan legalitas. Ini harus diselidiki lebih lanjut,” tegas Suwandy.
Catatan DPRD menunjukkan bahwa sejak tahun 2018, PT Timur Borneo Indonesia (TBI) sebagai pengelola hotel belum menyelesaikan kewajiban pembayaran kontribusi, dengan angka yang terus meningkat setiap tahun hingga menembus Rp4,8 miliar pada 2025. Berikut rincian jumlah tunggakan berdasarkan data resmi berdasarkan dokumen yang diterima Komisi I DPRD Kaltim dari Pemprov:
- 2018: Rp 449 juta
- 2019: Rp 1,5 Miliar
- 2020: Rp 1,9 Miliar
- 2021: Rp 1,3 Miliar
- 2022: Rp 1,9 Miliar
-2023: Rp 2,4 Miliar
- 2024: Rp 3,9 Miliar
- 2025: Rp 4,8 Miliar
Lebih mengejutkan, Kepala Biro Hukum Setdaprov Kaltim, Suparmi, mengungkapkan bahwa pihak pengelola tidak menunjukkan itikad baik. Beberapa kali undangan mediasi yang difasilitasi Pemprov diabaikan oleh manajemen hotel.
“Mereka tidak hadir dalam mediasi resmi yang kami selenggarakan,” ujar Suparmi.
Dari pihak pengelola hotel, mereka berdalih bahwa perubahan fungsi dan renovasi dilakukan sejak 2018 untuk menambah fasilitas hiburan. Mereka juga mengajukan permohonan keringanan pembayaran tunggakan hingga tahun 2045 dan meminta peninjauan ulang terhadap kontrak kerja sama, termasuk pengurangan jumlah kontribusi tahunan.
Namun, permintaan ini belum mendapat respons final dari Pemprov Kaltim. Kepala Biro Umum Setdaprov Kaltim, Lisa Hasliana, menambahkan bahwa lahan hotel tersebut merupakan hasil tukar guling antara Pemprov dan Pemkot Balikpapan sejak 2003. Masa pinjam pakai telah berakhir pada Desember 2021 dan belum diperpanjang.
“Tidak ada perjanjian baru pasca-2021,” jelas Lisa.
Kasus ini memperkuat kekhawatiran bahwa lemahnya pengawasan terhadap aset milik daerah membuka celah kerugian jangka panjang bagi Pemprov Kaltim. Komisi I DPRD Kaltim pun mendesak evaluasi menyeluruh terhadap semua kerja sama aset daerah dengan pihak ketiga, agar tidak menjadi beban fiskal tanpa manfaat konkret bagi masyarakat.
(Adv)