IMG-LOGO
Home Nasional Sengketa Pilkada Kukar 2024 Dibahas dalam Buku "Jejak Edy Damansyah dalam Politik Elektoral: Dipilih Mayoritas, Dibatalkan MK"
nasional | politik

Sengketa Pilkada Kukar 2024 Dibahas dalam Buku "Jejak Edy Damansyah dalam Politik Elektoral: Dipilih Mayoritas, Dibatalkan MK"

oleh VNS - 09 September 2025 12:45 WITA
IMG
FOTO : Suasana diskusi akademis yang membedah celah hukum Pilkada Kukar. (IST)

POLITIKAL.ID - Sengketa Pilkada Kutai Kartanegara 2024 yang sempat membatalkan kemenangan inkumben Edy Damansyah kini diabadikan dalam sebuah karya akademik.

Dua dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah dan Orin Gusta Andini, meluncurkan buku berjudul “Jejak Edy Damansyah dalam Politik Elektoral: Dipilih Mayoritas, Dibatalkan MK.”

Buku tersebut resmi diperkenalkan dalam sebuah seminar yang digelar di Integrated LAB Unmul, Selasa (9/9/2025). Hadir pula Edy Damansyah, mantan Bupati Kutai Kartanegara, yang menjadi tokoh sentral dalam kisah politik yang dituangkan di dalamnya.

Herdiansyah, yang akrab disapa Castro, menekankan bahwa buku ini tidak bertujuan untuk membela Edy Damansyah.

Menurutnya, karya tersebut justru dimaksudkan untuk memperkaya khazanah akademis, khususnya terkait hukum tata negara dan politik elektoral.

“Dari kejadian itu ada kekosongan hukum yang menarik jadi diskursus,” ujar Castro sapaan karibnya usai seminar dan peluncuran buku di Intregrared LAB Unmul pada Selasa (9/9/2025).

Diskusi dalam seminar membedah banyak aspek dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggugurkan kemenangan Edy. Salah satunya adalah tafsir baru mengenai periodisasi jabatan kepala daerah. Putusan MK Nomor 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 menegaskan bahwa masa jabatan dihitung sejak seorang pejabat benar-benar menjalankan tugas, bukan sejak pelantikan.

“Kapan dihitungnya masa jabatan kepala daerah? Sejak dilantik atau ketika mulai bertugas,” jelas Castro.

Selain soal hukum, seminar juga menyentuh tema politik dinasti yang sempat menyeruak menjelang Pilkada Kukar 2024. Namun isu itu urung terbukti, sebab Edy menegaskan menolak mendorong istrinya untuk maju. Bagi akademisi, sikap ini penting dicatat sebagai contoh menjaga iklim demokrasi tetap sehat.

Hal itu menarik untuk turut diulas, sebab kata Castro, Edy Damansyah enggan melakukan praktik kotor itu untuk menjaga  iklim demokrasi agar tetap bersih.

“Check and balances mustahil berjalan kalau kekuasaan berputar di lingkar keluarga,” katanya.

Sementara itu, Mantan Bupati Kukar, Edy Damansyah yang turut hadir dalam seminar menerangkan. Buku yang berisi dinamika politik yang dialaminya itu murni ditujukan untuk memperkaya khazanah akademik di Kaltim.

“Dan tentunya bisa jadi bahan pembenahan kebijakan pilkada” katanya.

Edi juga mengulas dinamika yang dilaluinya ketika mengikuti kontestasi. KPU, sebut dia, sudah menyusun aturan main dan peraturan itu yang jadi pedoman dirinya mendaftar di Pilkada 27 Agustus 2024.

Langkah itu digugat lawan politiknya. Ke Bawaslu, PTUN, sampai Mahkamah Agung. Semua sengketa itu menghasilkan putusan yang serupa. Pencalonannya tak melanggar aturan.

“Pemungutan suara digelar, saya mendapat dukungan 68,5 persen suara pemilih,” jelasnya.

Sengketa kembali digulirkan lawan, kali ini ke MK. Pokok gugatannya bukan soal hasil pemilihan, tapi soal status pencalonannya yang akhirnya dinilai MK sudah dua periode menjabat.

Dan berakhir dengan pemungutan ulang di Pilkada Kukar.

“Ini murni untuk menjadi referensi, jadi ilmu pengetahuan di civitas akademika. Tidak ada maksud lain,” tandasnya.

(tim redaksi)