IMG-LOGO
Home Analisa Di Hari Keterbukaan Informasi Publik, POKJA 30 dan FRK Kritik Gugatan ESDM atas Putusan KIP
analisa | umum

Di Hari Keterbukaan Informasi Publik, POKJA 30 dan FRK Kritik Gugatan ESDM atas Putusan KIP

oleh VNS - 28 September 2025 12:49 WITA
IMG
FOTO : Forum diskusi peringatan Hari Keterbukaan Informasi Publik Sedunia yang digelar sejumlah aktivis Kaltim di Kafe Bagios, Samarinda, Minggu (28/9/2025). (IST)

POLITIKAL.ID - Alih-alih menghormati putusan Komisi Informasi Pusat (KIP), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru mengambil langkah berseberangan dengan mengajukan gugatan balik ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut menyasar putusan yang mewajibkan keterbukaan dokumen tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Langkah ESDM ini sontak menuai kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk Koalisi POKJA 30 dan Fraksi Rakyat Kutim (FRK), yang menilai negara sedang mengkhianati amanat keterbukaan informasi publik.

“Sejak 17 tahun UU KIP berlaku, sektor pertambangan masih gelap. Alih-alih tunduk pada putusan KIP, pemerintah justru memilih jalur hukum baru. Ini jelas bertentangan dengan semangat demokrasi,” ujar Buyung Marajo, Koordinator POKJA 30, dalam forum diskusi publik di Kafe Bagios, Samarinda, Minggu (28/9/2025).

Forum diskusi publik itu digelar di Momentum Right to Know Day atau Hari Keterbukaan Informasi Publik Sedunia, Jumat (26/9/2025) kemarin, yang dimanfaatkan Koalisi POKJA 30 bersama Fraksi Rakyat Kutim (FRK) untuk menyoroti lemahnya keterbukaan di sektor pertambangan. Dalam diskusi publik bertema “Transparansi Semu Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia”.

Dalam diskusi itu, para aktivis dan akademisi yang hadir menilai kalau negara masih abai terhadap amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Meski telah 17 tahun berlaku, praktik keterbukaan dinilai masih jauh dari harapan. Indeks tata kelola sumber daya (RGI) 2017 memberi Indonesia skor 65/100, sementara validasi EITI 2024 hanya 67 poin kategori rendah.

Sengketa ini bermula sejak 2022 ketika dua aktivis, Erwin Febrian Syuhada dan Junaidi Arifin, menuntut keterbukaan dokumen penting milik PT KPC. Dokumen itu meliputi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), serta Rencana Induk Program PPM (Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat).

Setelah proses panjang, KIP pada April 2025 memutuskan bahwa dokumen RKAB dan PPM bersifat terbuka. Keputusan tersebut diperkuat dengan putusan 30 Juli 2025, yang memenangkan warga atas keterbukaan dokumen AMDAL. Namun alih-alih melaksanakan putusan, ESDM memilih mengajukan gugatan ke PTUN.

Menurut Erwin, gugatan balik ESDM tidak bisa dipandang sebatas persoalan administratif.

 “AMDAL, RKAB, dan PPM menentukan masa depan lingkungan dan masyarakat Kutai Timur. Menutup dokumen sama artinya dengan menutup hak warga untuk hidup sehat dan bermartabat,” tegasnya.

Senada, Junaidi Arifin menilai sikap ESDM justru menjadi ujian nyata bagi konsistensi negara.

“Kalau negara saja enggan membuka dokumen lingkungan, bagaimana publik bisa percaya bahwa tata kelola pertambangan dijalankan dengan prinsip akuntabilitas?” ungkapnya.

POKJA 30 dan FRK menegaskan bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar jargon, melainkan hak dasar warga negara yang dijamin undang-undang. Mereka menuntut ESDM segera melaksanakan putusan KIP tanpa mencari celah hukum, serta membuka akses publik atas seluruh dokumen tambang yang menyangkut keselamatan rakyat dan lingkungan.

“Gugatan balik ESDM adalah preseden buruk. Justru di momen Right to Know Day ini kita diingatkan, bahwa tanpa keterbukaan informasi, demokrasi kehilangan makna,” pungkas Buyung.

(Redaksi)