IMG-LOGO
Home Nasional Dugaan Ujaran SARA di Media Sosial Berujung Sidang Etik, BK DPRD Kaltim Panggil Anggota Dewan Berinisial AG
nasional | umum

Dugaan Ujaran SARA di Media Sosial Berujung Sidang Etik, BK DPRD Kaltim Panggil Anggota Dewan Berinisial AG

oleh VNS - 13 Oktober 2025 04:43 WITA
IMG
Subandi Ketua BK DPRD Kaltim yang terus menyorot pernyataan SARA anggota dewan dan siap menjadwalkan pemanggilan etik. Foto:Ist

POLITIKAL.ID - Pernyataan anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) berinisial AG di media sosial berujung panjang. Setelah unggahannya menuai kritik dan dinilai mengandung unsur SARA, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim resmi menjadwalkan sidang etik dan pemanggilan terhadap AG pada Rabu, 15 Oktober 2025.


Langkah ini menjadi sinyal tegas bahwa lembaga legislatif tidak menoleransi perilaku anggota yang dapat mencederai kehormatan dewan, terutama di ruang publik digital. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima lebih dari satu laporan masyarakat yang menilai pernyataan AG tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik.

“Kami ingin mendengar langsung penjelasannya. Ini bagian dari proses etik, bukan sekadar formalitas,” ujar Subandi kepada wartawan, Senin (13/10/2025).

Subandi menambahkan, meski secara normatif belum ada pelanggaran etik yang terbukti, gaya komunikasi AG di media sosial dinilai berpotensi memecah opini publik dan merusak citra lembaga dewan. Ia mengingatkan bahwa setiap anggota DPRD harus memahami tanggung jawab moral yang melekat pada jabatannya.

“Ucapan anggota dewan bukan hanya pendapat pribadi. Ada institusi yang mereka bawa di baliknya,” tegasnya.

Menurut Subandi, media sosial memang memberi ruang bagi pejabat publik untuk berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Namun, tanpa kesadaran etik, platform tersebut bisa berubah menjadi panggung yang justru menimbulkan kegaduhan sosial.

Sumber internal BK DPRD Kaltim mengungkapkan bahwa pemanggilan AG dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat terkait konten bernada provokatif dalam unggahan sang legislator. Dalam sebuah video yang sempat beredar luas, AG menyinggung soal dugaan penyebaran data pribadi (doxing) oleh pihak eksternal. Namun, pernyataannya kemudian melebar hingga menyentuh aspek asal-usul daerah seseorang, yang memicu kontroversi dan tudingan ujaran diskriminatif.

Langkah BK ini disebut sebagai upaya pemulihan etika publik, di tengah meningkatnya kepekaan masyarakat terhadap isu-isu berbau SARA dan intoleransi.

“Bukan hanya soal individu AG, tapi soal bagaimana dewan menjaga kewibawaan lembaganya,” ungkap seorang anggota BK yang enggan disebutkan namanya.

BK DPRD Kaltim berencana melakukan sidang etik secara tertutup, namun hasil keputusan akan diumumkan secara terbuka kepada publik setelah proses klarifikasi selesai.

Kasus ini menambah daftar panjang fenomena pejabat publik yang tersandung akibat pernyataan di ruang digital. Dalam dua tahun terakhir, beberapa anggota legislatif di daerah lain juga sempat ditegur akibat komentar di media sosial yang dinilai menyinggung sentimen sosial dan mengandung bias etnis maupun agama.

“Kita tidak bisa melarang politisi bersuara di media sosial, tapi kita bisa menuntut mereka bicara dengan tanggung jawab,” pungkas Subandi.

(Redaksi)