IMG-LOGO
Home Nasional Jabatan Dijual, Proyek Diperjualbelikan, KPK Bongkar Skandal Korupsi Bupati Ponorogo
nasional | umum

Jabatan Dijual, Proyek Diperjualbelikan, KPK Bongkar Skandal Korupsi Bupati Ponorogo

oleh VNS - 09 November 2025 04:43 WITA
IMG
Bupati Sugiri Sancoko yang dikenal sebagai figur populis dan dekat dengan masyarakat ternyata terseret dalam dugaan suap jabatan dan permainan proyek strategis daerah. Foto:Ist

POLITIKAL.ID - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat malam, 7 November 2025, menjadi babak baru dalam pemberantasan korupsi di daerah. Kali ini, sorotan nasional tertuju pada Kabupaten Ponorogo. Bupati Sugiri Sancoko yang selama ini dikenal sebagai figur populis dan dekat dengan masyarakat ternyata terseret dalam dugaan suap jabatan dan permainan proyek strategis daerah.


KPK secara resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Harjono Yunus Mahatma, serta kontraktor rekanan RSUD, Sucipto. Penetapan ini diumumkan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers dini hari.

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka,” ujar Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta.

Langkah tersebut dilakukan setelah OTT yang mengamankan 13 orang, termasuk pejabat daerah, staf RSUD, serta pihak swasta yang diduga menjadi perantara setoran uang.

Menurut KPK, rangkaian tindak pidana korupsi ini bermula pada awal 2025. Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, mendapatkan informasi bahwa posisinya akan diganti oleh Bupati. Kekhawatiran kehilangan jabatan membuat Yunus mencari jalan agar tetap dipertahankan. Ia kemudian menjalin komunikasi intens dengan Sekda Ponorogo, Agus Pramono, yang dianggap memiliki kedekatan dengan bupati.

Dari komunikasi itu, Yunus menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk mempertahankan jabatan adalah memberikan setoran kepada bupati.

Pada Februari 2025, Yunus menyerahkan uang pertama sebesar Rp400 juta kepada Sugiri melalui ajudannya. Namun setoran itu bukan akhir, melainkan awal dari rangkaian permintaan dana berikutnya.

Pada periode April hingga Agustus, Yunus kembali memberikan uang sebesar Rp325 juta kepada Sekda Agus Pramono sebagai bagian dari kesepakatan mempertahankan posisinya.

Gelombang ketiga terjadi pada November 2025, saat Yunus kembali memberikan Rp500 juta melalui salah satu kerabat dekat bupati.

Secara total, uang yang sudah diserahkan Yunus mencapai Rp1,25 miliar, yang terdiri dari Rp900 juta untuk Bupati Sugiri dan Rp325 juta untuk Sekda Agus Pramono.

“Penyerahan uang ketiga inilah yang menjadi puncak kegiatan tangkap tangan tanggal 7 November 2025,” jelas Asep.

KPK mengungkap bahwa sebelum OTT, permintaan uang dari bupati justru semakin besar. Pada 3 November, Sugiri meminta setoran senilai Rp1,5 miliar kepada Yunus. Dua hari kemudian, ia kembali menagih.

Menghadapi tekanan tersebut, Yunus berusaha memenuhi permintaan tersebut dengan mencairkan uang Rp500 juta melalui bantuan temannya di Bank Jatim pada 7 November. Pergerakan pencairan uang inilah yang dipantau ketat oleh penyidik KPK.

Setelah uang ada di tangan perantara, tim KPK bergerak cepat melakukan operasi senyap.

Selain suap jabatan, KPK menemukan dugaan korupsi lain terkait proyek pembangunan di RSUD Ponorogo.

Pada 2024, RSUD mengelola proyek pekerjaan senilai Rp14 miliar. Dari proyek tersebut, kontraktor Sucipto memberikan fee proyek sebesar 10 persen atau sekitar Rp1,4 miliar kepada Yunus.

Aliran uang itu tak berhenti di tangan direktur RSUD melainkan mengalir kembali ke Bupati Sugiri melalui ajudan dan adiknya, ELW.

Pola setoran proyekseperti ini dianggap KPK sebagai praktik korupsi sistematis.

Tak berhenti di sana, KPK juga menemukan dugaan gratifikasi lain yang diterima bupati. Dalam rentang 2023-2025, Yunus diduga memberikan dana tambahan sebesar Rp225 juta kepada Sugiri.

Pada Oktober 2025, Sugiri kembali menerima uang Rp75 juta dari pihak swasta lain berinisial EK.

Barang bukti berupa uang tunai Rp500 juta dalam bundel pecahan Rp100 ribu dipamerkan dalam konferensi pers. Uang itu merupakan bagian dari suap yang hendak diberikan Yunus agar posisinya tidak diganti.

KPK menahan seluruh tersangka selama 20 hari pertama, mulai 8 hingga 27 November 2025.

Sugiri dan Agus dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, serta Pasal 12B UU Tipikor. Sementara Yunus dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan Pasal 13 UU Tipikor. Sucipto dijerat pasal yang sama terkait pemberian suap.

“Kasus ini masih kami kembangkan, termasuk dugaan suap jabatan di SKPD lain,” ujar Asep.

OTT terhadap Bupati Ponorogo menjadi pukulan telak bagi masyarakat dan birokrasi daerah. Kasus ini menunjukkan bagaimana praktik jual beli jabatan, setoran proyek, dan gratifikasi bisa berlangsung secara terstruktur jika tidak ada pengawasan ketat.

Ponorogo kini berada dalam situasi darurat integritas. Dengan banyaknya aliran dana ilegal yang ditemukan, penyidik memperkirakan kasus ini bisa berkembang lebih luas dan menyeret pelaku lain.

(Redaksi)