POLITIKAL.ID - Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Pro-Bebaya), yang selama ini menjadi salah satu program unggulan Pemerintah Kota Samarinda untuk memperkuat pembangunan berbasis masyarakat, kembali menjadi perhatian publik. Kali ini, bukan karena capaian fisiknya, melainkan karena tuduhan tak berdasar di media sosial yang menyebut adanya dugaan penyimpangan dan praktik markup anggaran di sejumlah wilayah, termasuk di Kelurahan Karang Mumus.
Namun tuduhan itu langsung dibantah oleh Ketua RT 27 Karang Mumus, Rosita Purlina, yang menegaskan bahwa seluruh proses pelaksanaan Pro-Bebaya di wilayahnya berjalan terbuka, akuntabel, dan sesuai mekanisme resmi.
Ditemui pada Minggu (9/11/2025), Rosita menjelaskan bahwa Pro-Bebaya di RT 27 dilaksanakan sepenuhnya dengan melibatkan warga. Mulai dari tahap pengusulan, penentuan prioritas kegiatan, pembentukan Kelompok Masyarakat (Pokmas), hingga pengawasan lapangan dilakukan secara kolektif.
“Semua usulan dibahas dalam rembuk warga, bukan keputusan sepihak. Pak Lurah hadir, perangkat kelurahan hadir. Warga memberi masukan langsung,” tutur Rosita.
Ia menegaskan bahwa transparansi menjadi kunci utama, karena dana Pro-Bebaya adalah dana publik yang harus dipertanggungjawabkan secara bersama. Bahkan warga ikut mengawasi langsung proses pembelian bahan material hingga pengerjaan di lapangan.
Menurutnya, pelaksanaan program di wilayah RT 27 telah membawa manfaat sangat besar, terutama dalam meningkatkan kualitas infrastruktur lingkungan.
“Jalan menuju masjid sebelumnya becek kalau hujan. Lewat Pro-Bebaya, jalan itu disemen dan sekarang sudah bagus. Warga nyaman,” ujarnya.
Rosita menjelaskan bahwa sesuai aturan, pelaksana Pro-Bebaya bukanlah aparat kelurahan, melainkan Pokmas (Kelompok Masyarakat) yang dibentuk secara terbuka melalui forum warga.
“Pokmas yang kerja, bukan RT atau lurah. Kami hanya memantau. Semua warga bisa lihat dan mengawasi,” kata Rosita.
Ia juga menyampaikan bahwa laporan kegiatan selalu disampaikan kepada warga, termasuk rincian penggunaan anggaran. Hal ini dilakukan agar tidak ada ruang bagi kesalahpahaman ataupun kecurigaan.
“Kami selalu terbuka. Tidak ada yang disembunyikan,” tambahnya.
Meski program berjalan lancar, Rosita menyayangkan munculnya dugaan penyimpangan anggaran yang disebarkan oleh sebuah akun Instagram berinisial KN. Akun tersebut menuliskan dugaan adanya markup dan keterlibatan Disperkim dalam pelaksanaan teknis Pro-Bebaya.
Rosita membantah keras klaim tersebut.
“Sebaiknya kalau mau buat berita, datang dulu ke lapangan. Jangan menuduh tanpa konfirmasi,” tegasnya.
Menurutnya, informasi yang tidak akurat dapat menimbulkan keresahan masyarakat dan merusak reputasi pihak-pihak yang telah bekerja keras menjalankan program.
“Setiap hari saya lihat pekerjaan itu. Tidak ada penyimpangan. Warga semua senang,” ujarnya.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, turut angkat bicara memberikan klarifikasi resmi. Ia menegaskan bahwa tuduhan yang menyebut adanya penyimpangan Pro-Bebaya tidak memiliki dasar fakta maupun landasan hukum.
“Berita itu mengganggu ketertiban umum. Bisa mencemarkan ketua RT, lurah, camat, Pokmas, hingga masyarakat yang terlibat,” ujarnya pada Jumat (7/11/2025).
Andi Harun menegaskan bahwa mekanisme Pro-Bebaya sejak awal menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Pemerintah hanya memfasilitasi secara administratif.
“Keliru kalau dibilang kelurahan yang menjalankan. Semua kegiatan direncanakan warga, dilaksanakan oleh Pokmas, bukan lurah,” katanya.
Ia menjelaskan, karena dana berasal dari APBD, tentu harus disalurkan melalui kelurahan. Namun pelaksanaan di lapangan sepenuhnya berada di tangan masyarakat.
Wali kota juga menyoroti manfaat besar Pro-Bebaya terhadap perputaran ekonomi lokal. Dengan dana Rp 100 juta per RT, total dana yang digelontorkan mencapai hampir Rp 200 miliar per tahun untuk 1.992 RT.
“Dari pembelian material bangunan, konsumsi rapat, hingga upah pekerja semua itu memutar ekonomi warga,” jelasnya.
Program ini dinilai berhasil membangkitkan ekonomi mikro dan mengurangi ketergantungan masyarakat pada pembangunan berbasis proyek besar.
Andi Harun mengingatkan bahwa keberhasilan program berbasis masyarakat sangat tergantung pada kepercayaan.
“Kalau ada dugaan pelanggaran, laporkan secara resmi. Tapi jangan membuat tuduhan tanpa bukti. Itu bisa memecah masyarakat,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Rosita Purlina berharap Pro-Bebaya di RT 27 Karang Mumus dapat menjadi contoh pelaksanaan program yang transparan dan berbasis kebersamaan.
“Program ini bukan hanya membangun jalan, tapi membangun kebersamaan warga,” ujarnya.
(Redaksi)